Social Media Fatigue

Beberapa waktu lalu saya memutuskan untuk menghentikan hubungan saya dengan akses ke sosial media, dalam hal ini Facebook, Instagram dan lainnya. Saya merasakan apa yang dikenal dengan social media fatigue, sebuah keadaan dimana saya sudah lelah, bosan, jenuh dengan kehidupan, lingkaran pertemanan dan informasi yang beredar disosial media.

Sebenarnya sudah lama saya ingin melakukan ini, hanya saja memang tidak mudah. Ada banyak pertimbangan dan proses yang saya lalui sehingga akhirnya bisa bener-bener lepas dari dunia-persosial-mediaan ini.

Latar belakang

Sudah sejak lama saya merasa bahwa kehidupan sosial media saya tidak sehat. Dari pribadi saya sendiri, saya merasa keinginan untuk “online”, untuk ingin mendapatkan informasi update dari teman-teman saya, dapat pengakuan dan perhatian dari teman-teman membuat saya kadang lupa waktu, kehilangan fokus dengan apa yang harusnya saya kerjakan dan hal-hal yang harusnya mendapat perhatian lebih dari saya.

Timeline atau NewsFeed dari circle pertemanan saya di sosial media pun tidak lebih baik. Beberapa post cenderung kearah “kurang berguna” atau bahkan beberapa masuk kategori “toxic”. Terlalu banyak orang yang memberikan opini, komentar kepada sesuatu yang bukan bidang keahlian membuat rasa gerah tersendiri. Belum lagi termasuk postingan yang tidak kredibel, terlalu subjektif, dan juga hal-hal yang harusnya masuk ranah privasi personal namun dipublish untuk umum. Dilihat dari sisi manapun, saya tidak merasakan hal positif untuk semua ini.

Dengan semua hal yang tidak positif ini, saya memutuskan untuk menghentikan akses sosial media saya. Tentu saja ini gak mudah, apalagi untuk saya yang sebelumnya sangat tergantung dengan sosial media, bagaimana kalau saya jadi ketinggalan berita? bagaimana kalau saya gak update keadaan teman-teman saya? bagaimana kalau saya jadi kuper?

Proses

Seperti saya bilang, ini tidak mudah, terlalu banyak “bagaimana” yang jadi pertimbangan, oleh karena itu saya memulai dengan cara termudah, meng-unfollow semua orang yang saya anggap pembawa efek negatif.

Saya memulai proses unfollow untuk semua orang yang tidak 1 profesi dengan saya, lalu beberapa waktu kemudian unfollow lagi semua selain orang yang kenal baik dan pernah tatap muka dengan saya, lalu beberapa bulan kemudian unfollow semua orang selain keluarga dekat, dan akhirnya unfollow semua orang dan membuat sosial media jadi kosong, lalu saya tinggalkan.

Hal itu berlaku untuk Facebook, sedangkan sosial media lain seperti Twitter dan Instagram, simple dengan unfollow semua orang lalu follow hanya akun penting yang dengan jumlah maksimal 20 akun saja, ini adalah angka pribadi yang menurut saya cukup terkendali.

Karena kuatir jadi kuper, maka untuk mengisi kekosongan, saya menggunakan email newsletter dan Reddit untuk tetap update informasi namun tanpa bumbu-bumbu drama sosial yang sering terjadi di dunia sosmed.

Semua proses ini telah berlangsung sejak tahun lalu dan akhirnya sampai puncaknya beberapa bulan lalu dimana saya sudah sepenuhnya tidak terkoneksi dan tergantung pada sosial media lagi. Paling terbaru adalah Reddit yang sangat berguna pun akhirnya juga saya tinggalkan karena akhirnya jadi predator waktu juga.

Results

Agak susah sebenarnya mengukur hasilnya, karena ya gak bisa bilang saya gak kehilangan informasi kalau saya tidak tahu apa saja yang saya lewatkan :D, tapi secara general saya merasa baik-baik saja, ketakutan bahwa akan “ketinggalan berita” itu sebenarnya bukanlah hal besar.

Saya merasa gak masalah tau sedikit lebih telat tentang informasi seperti Apple yang mengeluarkan versi iPhone terbaru, atau versi baru Mac OS, atau berita tentang Timses Pasangan capres yang lagi berbohong, atau melakukan komentar kontroversial. Berita tentang gempa dan tsunami yang terjadi di Indonesia, atau tentang kepercayaan beberapa kelompok tentang alasan dibalik terjadinya sebuah “azab”. Saya tidak merasa ada didalam posisi dan situasi penting untuk tau detail dan tepat waktu tentang informasi-informasi tersebut.

Saya juga gak kuatir tentang kabar bahwa teman saya mungkin menikah, atau punya anak baru, atau ada yang lagi sakit. Selama mereka benar-benar “teman”, kebanyakan kasus saya akan tetap dapat informasi tersebut dari yang bersangkutan ataupun dari teman lain atau dari istri saya. Biasanya juga saya bakal dapat undangan, pesan di WA, dan lainnya. Jadi gak terlalu ketinggalan informasi.

Hal yang paling terasa adalah, berdasarkan record waktu saya dari RescueTime, screen time saya atau waktu saya didepan layar monitor laptop jauh berkurang. Jadi lebih sedikit online, lebih banyak masa offline bersama anak dan istri ataupun sekedar istirahat.

Selain itu saya juga merasa tidak lagi memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya saya pikirkan, mengurangi beropini tentang suatu hal yang tidak seharusnya saya berikan komentar, mengurangi konsumsi informasi yang tidak saya butuhkan.

Out of topic, beberapa hari yang lalu juga smartphone saya “kebetulan” rusak dan daripada langsung memperbaikinya, saya memilih untuk menunda dan memilih membeli sebuah “dumbphone”, sebuah “hape senter” dan hal ini saya rasa memberikan dampak positif karena secara drastis mengurangi screen time saya lagi, mengurangi waktu untuk menatap layar ponsel, dan fokus pada keadaan dan situasi disekitar.

Last words..

Bukan berarti sosial media selalu bersifat negatif, beberapa orang mampu mengontrolnya, bahkan menjadikan sosial media sebagai “tempat kerja”, dan itu bagus untuk mereka. Namun, untuk saya pribadi saat ini saya belum ada diposisi dan situasi seperti itu, lebih banyak efek negatif yang saya dapatkan. Mungkin nanti suatu hari saya akan kembali mengaktifkan sosial media saya ketika memang dibutuhkan, untuk saat ini saya memilih non-aktif dulu.

Jadi untuk sementara, kalau mau kontak saya jangan via sosmed, saya gak ada disana, kontak via Skype, WA atau kalau gak tau, paling gak via email ataupun melalui halaman kontak saya untuk nanya no HP saya, seperti yang dilakukan beberapa orang :), and it’s ok for me.


Satu tanggapan untuk “Social Media Fatigue”

  1. Patut di tiru, pastinya produktivitas kita meningkat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *