Demi Anak

“Demi Anak” adalah sebuah mantra yang paling sering diucapkan oleh orang yang sudah berkeluarga. Mantra yang positif tentunya karena percaya atau tidak, kalimat ini bisa meningkatkan daya juang dan semangat beraktifitas. Malah kadang mantra ini bisa membuat orang lain menjadi maklum dan memberi ijin khusus kepada si pengucap mantra.

Tidak bisa disalahkan, semua orang tua ingin yang terbaik untuk anak. Saya belum pernah mengerti hal ini, sampai akhirnya punya keluarga dan anak sendiri.

Masalahnya, kita tidak pernah tahu seberapa tulus kalimat ini diucapkan, seberapa besar kesadaran dan keseriusan yang diperlukan ketika mengucapkan “Demi Anak”. Malah, kadang menjadikan kalimat ini sebagai pembenaran atas semua tindakan yang sebenarnya malah memberikan efek berlawanan dari tujuan awal kalimat ini diucapkan.

Ada banyak orang yang bekerja keras “Demi Anak”, membuat anak bahagia, yang akhirnya malah tidak punya waktu untuk berkumpul dan berbahagia bersama anak dan keluarga.

Ada banyak orang yang memberikan perlindungan ekstra, demi anak, supaya anaknya terlindungi dan terjaga, sampai lupa mengajarkan anak bertahan hidup di atas kaki sendiri.

Ada banyak orang yang merencanakan masa depan anak jauh kedepan, demi anak, supaya anak tidak salah langkah, tidak tersesat, tapi lupa bahwa anak juga individu yang ingin dan mampu untuk hidup mandiri.

Ada banyak kegiatan dan kesempatan yang harusnya bisa dilakukan dengan normal, tapi menjadi lebih kompleks dan terkesan grusa-grusu atas nama anak yang akhirnya malah menjadi kebalikan dari yang diharapkan.

Jangan-jangan, kalimat “demi anak” adalah alasan dan pembenaran yang dibuat supaya apa yang dilakukan terlihat normal dan dibutuhkan.

Perlu intropeksi diri, apakah kegiatan yang kita lakukan atas dasar “demi anak”, benar-benar untuk kepentingan anak, atau hanya pembenaran atas ketidakmampuan diri sendiri dalam mengatasi kondisi yang ada.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *