• I’m not sure about you, but for me, the web feels untrustworthy these days. So much of the content is either AI generated or created just to sell something, it’s really hard to find authenticity online. How do you know what sites to trust? Where do you find quality content? Finding the Authentic Web Dibilang…

    I’m not sure about you, but for me, the web feels untrustworthy these days. So much of the content is either AI generated or created just to sell something, it’s really hard to find authenticity online. How do you know what sites to trust? Where do you find quality content?

    Finding the Authentic Web

    Dibilang susah sebenarnya gak juga sih, biasanya buka HackerNews terus kalau ada blog atau website yang bagus ya sudah ditambahkan ke RSS, karena kalau gak bagus atau gak otentik maka gak mungkin ada di halaman utama HackerNews.

    Tapi kalau nyari blog atau website bahasa Indonesia, beuh susah. Tapi bukan karena websitenya gak otentik, tapi mencari yang nulis minimal sebulan sekali aja susah 😀

    Rasanya cuma ada beberapa website yang bahasa Indonesia di daftar RSS saya, salah satunya Pak Budi Rarhadjo tapi sudah lama gak update beliau. Lalu ada Pak Teguh Hidayat tulisannya mendalam terkait investasi saham. Selebihnya belum nemu yang relatif aktif, bahkan yang cuma tulisan personal tanpa tema pun jarang ada.

  • Keadaan saat ini.. Semuanya lagi ‘kebakaran’, salah satu alasan kenapa banyak kerjaan != banyak pendapatan, yang ada banyak kerjaan == banyak tanggungan. Sebenarnya gak masalah, tapi kalau datangnya barengan ya bisa pingsan juga 😵‍💫

    Keadaan saat ini..

    Semuanya lagi ‘kebakaran’, salah satu alasan kenapa banyak kerjaan != banyak pendapatan, yang ada banyak kerjaan == banyak tanggungan.

    Sebenarnya gak masalah, tapi kalau datangnya barengan ya bisa pingsan juga 😵‍💫

  • Meta AI

    Interview menarik dengan Mark Zuck, si paling sosial media deh. Terutama bagian penggunaan AI di sosial media (Zmenit 25). Ada beberapa hal yang saya konsen banget. Okay mungkin saya salah mengartikan, tapi ya gitu, sangat distopia. Masih ingat gak sih waktu sosial media isinya teman? lalu diisi teman yang berjualan, lalu diisi konten dari akun…

    Interview menarik dengan Mark Zuck, si paling sosial media deh. Terutama bagian penggunaan AI di sosial media (Zmenit 25).

    Ada beberapa hal yang saya konsen banget.

    1. Feeds akan diisi dengan konten AI, misalkan kamu fotografer, maka feed mu akan diisi dengan konten AI fotografi yang sesuai dengan minat mu.
    2. AI akan membantu konten kreator membuat konten lebih menarik
    3. AI akan memiliki profile sendiri, yang bisa “update status” sendiri, bisa difollow, dan dapat berinteraksi dengan postingan user (komen dan sejenisnya).
    4. Orang-orang tidak memiliki teman nyata dalam jumlah yang banyak, walaupun sebenarnya mereka ingin, jadi keberadaan AI sebagai teman tidak akan mengurangi pertemenan mereka, tapi menambah dan meperluas pertemanan mereka. (34:35)
    5. Apapun konten, tulisan, komentar, dan hal digital lain ketika sudah ada di internet maka jadi bahan publik, mungkin perlu suatu aturan tapi untuk saat ini Zuck merasa bukan sesuatu yang penting. Mungkin untuk jadi bahan ajar AI mereka?

    Okay mungkin saya salah mengartikan, tapi ya gitu, sangat distopia.

    Masih ingat gak sih waktu sosial media isinya teman? lalu diisi teman yang berjualan, lalu diisi konten dari akun bukan teman, lalu muncul “influencer” yang isinya clickbait dan sering ngadu domba, lalu sekarang mau diisi konten AI.

  • Generative AI

    Dulu waktu kuliah ada pembahasan tentang AI dan sistem pakar, dan waktu itu sebagai anak TI membayangkan masa depan yang canggih, penuh bantuan AI, terus Marvel dengan Iron Man juga jadi hits di Bioskop, jadi merasa keren dan ajaib gitu kalau bisa ada teknologi AI. Terus sekarang bermunculan produk-produk AI, sudah jadi buzzword dan kalimat…

    Dulu waktu kuliah ada pembahasan tentang AI dan sistem pakar, dan waktu itu sebagai anak TI membayangkan masa depan yang canggih, penuh bantuan AI, terus Marvel dengan Iron Man juga jadi hits di Bioskop, jadi merasa keren dan ajaib gitu kalau bisa ada teknologi AI.

    Terus sekarang bermunculan produk-produk AI, sudah jadi buzzword dan kalimat marketing dimana semuanya dikasi label “ditenagai AI”, jujurnya saya jadi jengah, bosen, gak suka dan malah benci untuk beberapa hal.

    Terutaman Generative AI, atau software AI yang dipakai untuk keperluan menghasilkan suatu benda digital, seperti menghasilkan foto, video, tulisan, koding, dan lainnya. User cuma perlu memberikan masukkan kata atau disebut dengan Prompt, lalu mesin akan menghasilkan gambar, foto atau apapun sesuai dengan perintah pengguna.

    Bukan karena saya programmer, saya jadi gak suka ada AI yang bisa membantu membuat kode, karena percaya deh, kalau kamu programmer kamu pasti tau rasanya benerin kodingan hasil kerja orang lain, nah sama, kalau menggunakan AI dan ada masalah, bakal bingung sendiri benerinnya.

    Jadi bukan karena itu, dan kalau ada yang mau koding pakai AI ya saya gak masalah, hanya saja jangan tanya saya untuk benerin kalau ada masalah :).

    Ada beberapa hal yang bikin saya gak suka terhadap perkembangan generative AI ini.

    Tidak ada kreatifitas

    Rasanya tidak sedikit melihat orang-orang pakai foto avatar menggunakan wajah tapi versi ilustrasi 3D, atau juga pada spanduk-spanduk, atau malah itu kemarin presiden juga menggunakan gaya desain yang sama untuk keperluan alat peraga kampanye, tadinya menarik tapi makin kesini ya bosen juga melihat desain yang sama itu lagi itu lagi. Semuanya menggunakan Generative AI untuk menghasilkan ilustrasi yang memiliki gaya desain yang sama, tidak ada gaya desain yang spesial dan personal.

    Tidak ada kreatifitas lagi, semua jadi berasa sama.

    Parahnya, ada juga kampus IT, apalagi kampus desain, dan kursus-kursus desain yang menggunakan AI untuk membuat bahan yang digunakan untuk promosi mereka, padahal kalau mereka saja menggunakan AI untuk promosi, terus kenapa juga mesti kuliah/sekolah/kursus disitu?

    Bahan ajar yang perlu dipertanyakan

    Lalu, banyak orang awam juga tidak tahu (dan tidak peduli) bahwa untuk bisa menghasilkan sebuah produk digital berupa ilustrasi, foto, koding, tulisan, AI membutuhkan “bahan ajar”, yang bisa mereka gunakan sebagai referensi untuk menghasilkan produk-produk digital tersebut, dan jumlahnya gak sedikit, semakin banyak bahan ajarnya, maka AI akan menghasilkan produk yang lebih baik karena jadi lebih bervariasi. Pertanyaanya, darimana AI mendapatkan bahan ajar tersebut?

    Kebanyakan ya mengambil data dari yang tersedia secara terbuka di internet, dan sebagian besar dilakukan dengan paksa atau tanpa kesadaran pemilik asli konten.

    Contoh paling nyata Linkedin misalnya, secara default mengaktifkan mode yang memberikan mereka akses untuk menggunakan profil penggunanya sebagai bahan ajar mereka, Adobe juga, mereka menggunakan foto yang user upload ke server mereka yang mana padahal user juga sudah bayar keanggotaan, tapi masih juga mereka gunakan sebagai bahan ajar.

    Blog ini misalnya, saya sudah membahas bagaimana aktifnya bot AI melakukan scanning setiap halaman dan foto, beberapa seperti Bytedance dari Tiktok tetap melakukan scan walaupun sudah diberi batasan di robot.txt, tapi mereka tidak mengindahkannya, tetep discan dalam waktu berdekatan dan membuat tagihan server saya naik!

    Tentu saja, benda yang sudah ada di internet adalah milik publik, setiap orang bisa mengambil, comot atau mengcopy ulang, tapi setidaknya hargai pemilik asli, beri keterangan, pakai permisi dan paling tidak lakukan dengan sopan, bukan secara masif dan tanpa izin seperti itu.

    Kehilangan authentikasi

    Di saat seperti sekarang ini, ada banyak tulisan, foto dan video yang sifatnya hasil ciptaan AI, efeknya adalah jadi susah makin percaya, bisa saja gambar yang kamu lihat, tulisan yang kamu baca, atau akun yang kamu follow ternyata adalah rekayasa AI dan ini bukan sekedar kekhawatiran kosong, sudah ada banyak contohnya, tapi masih dalam kategori meme dan lucu-lucu-an, sampai nanti saatnya ini jadi makin serius.

    Sekelas presiden US saja menggunakan gambar AI untuk membuat seolah-olah dapat dukungan dari artis tertentu, atau video artis tertentu yang mempromosikan judi online, kalau itu makin masif, maka itu gak jadi hal lucu lagi.

    Betapa mudahnya dan seringnya melihat orang tertipu pesan WA yang merupakan hoax, padahal hanya teks sederhana, gambar dengan editan kasar, dan lainnya, kalau sampai saja penipu-penipu itu menggunakan AI untuk membuat tipuan yang lebih baik, maka ya habislah masyarakat ini.

    Kita gak bisa lagi menelan mentah-mentah apa yang kita lihat terutama benda atau produk digital.

    Jadi, singkatnya saya tidak terlalu tertarik dan cenderung tidak suka terhadap perkembangan generative AI, tapi ada juga beberapa hal dari AI yang saya suka dan setuju, tapi itu cerita di lain hari.

  • Direktorat Jenderal Pajak mengungkap alasan pemerintah tidak bisa memberikan tax holiday hingga 50 tahun seperti yang diberikan Vietnam kepada Apple. Raksasa teknologi asal AS ini memilih membangun pabrik di Vietnam alih-alih Indonesia.  … Apple memilih membangun pabrik di Vietnam alih-alih Indonesia yakni karena insentif bebas pajak alias tax holiday yang diberikan Vietnam hingga 50 tahun.  Investasi…

    Direktorat Jenderal Pajak mengungkap alasan pemerintah tidak bisa memberikan tax holiday hingga 50 tahun seperti yang diberikan Vietnam kepada Apple. Raksasa teknologi asal AS ini memilih membangun pabrik di Vietnam alih-alih Indonesia. 

    Apple memilih membangun pabrik di Vietnam alih-alih Indonesia yakni karena insentif bebas pajak alias tax holiday yang diberikan Vietnam hingga 50 tahun.  Investasi Apple di Vietnam mencapai 400 triliun dong atau sekitar Rp 256,5 triliun.

    Adapun di Indonesia, Apple hanya berencana membangun pusat riset, Apple Academy dengan nilai investasi Rp 1,6 triliun. Realisasi pembangunan pusat riset ini sebenarnya dapat memberikan kelonggaran kepada Apple untuk menjual iPhone 16 

    Ditjen Pajak Ungkap Alasan Apple Tak Bisa Dapat Tax Holiday 50 Tahun di RI

    Ini lucu dan parah sih, Apple gini amat.

    Jadi untuk bisa berjualan produk Apple disini, Apple harus meningkatkan TKDN dalam negeri, untuk itu mereka berencana membangun Apple Academy dengan nilai investasi Rp 1,6 triliun supaya bisa jualan produk Apple.

    Tapi mereka minta syarat, bebas pajak untuk 50 tahun?

    Kalau gini malah keterlalu kalau pemerintah nurut.

    Sebagai perbandingan, di Vietnam mereka investasi 250 Triliun. Jadi 1,6 trilun itu beneran kacang dan sudah gitu berani minta benefit 50 tahun.