• Enshittification

    Enshittification, also known as crapification and platform decay, is a pattern in which online products and services decline in quality. Initially, vendors create high-quality offerings to attract users, then they degrade those offerings to better serve business customers, and finally degrade their services to users and business customers to maximize profits for shareholders. Wikipedia Belakangan ini makin sering liat kata…

    Enshittification, also known as crapification and platform decay, is a pattern in which online products and services decline in quality. Initially, vendors create high-quality offerings to attract users, then they degrade those offerings to better serve business customers, and finally degrade their services to users and business customers to maximize profits for shareholders.

    Wikipedia

    Belakangan ini makin sering liat kata ini dipakai dimana-mana, terutama ranah teknologi dan terutama lagi kalau lagi bahas platform online dan sosial media.

    Sederhananya, Enshittification adalah istilah yang diberikan untuk suatu produk, umumnya produk platform digital, yang mana tadinya bagus, memanjakan pengguna, kemudian setelah banyak penggunanya visi produk berubah dan lebih fokus dalam mencari profit karena merasa sudah punya banyak pengguna, yang mana fokus baru ini kadang bikin kesal pengguna dan malah pergi.

    Contoh nyata ya Twitter, yang tadinya populer banget dan jadi pop culture, sekarang jadi tempat toxic gak jelas, penggunanya juga pada beralih ke sosial media lain, yang mana padahal media baru tersebut bisa jadi mengalami enshittification juga nantinya.

    Ada banyak contoh lain di halaman Wikipedia tersebut

    Enshittification juga jadi Word of the Year di kamus dari US dan Australia.

  • WordPress

    Saya melihat ada banyak orang yang jadi gak suka untuk menggunakan WordPress karena ulah pimpinannya, saya gak mengerti apakah mereka tidak tahu bahwa ada WordPress.com ada juga WordPress.org. WordPress.com adalah platform WordPress yang dikontrol langsung oleh perusahaan induknya, yang mana kita bayar tapi juga bisa kena efek langsung atas keputusan perusahaan induknya, Automattic. WordPress.org berbeda,…

    Saya melihat ada banyak orang yang jadi gak suka untuk menggunakan WordPress karena ulah pimpinannya, saya gak mengerti apakah mereka tidak tahu bahwa ada WordPress.com ada juga WordPress.org.

    WordPress.com adalah platform WordPress yang dikontrol langsung oleh perusahaan induknya, yang mana kita bayar tapi juga bisa kena efek langsung atas keputusan perusahaan induknya, Automattic.

    WordPress.org berbeda, walaupun mirip, WordPress.org membolehkan pengguna untuk mendownload full WordPress dan hosting sendiri dimanapun kamu mau, artinya lepas kontrol dari perusahaan Automattic.

    Ya tentu saja bisa jadi mereka membuat batasan fitur atau kontrol ini itu, tapi selama ini gak pernah, malah yang ada WordPress.org punya fitur lebih banyak dari yang WordPress.com, kecuali mau subscribe paket yang menengah keatas.

    Kalaupun gak ngerti tentang hosting dan setup server, tinggal googling “WordPress hosting Indonesia”, ada banyak provider yang menawarkan dengan harga yang murah.

    Blog ini misalnya, saya cuma bayar Rp. 12,500 perbulan + harga domain Rp. 55,000 per tahun.

    Saya gak perlu setup server, dan lain-lain. Cuma perlu daftar, bayar tinggal posting.

    Tapi tetap saja, pimpinan WordPress mulai gak bener

    iya, tapi kalau saya pribadi gak begitu masalah karena ya itu tadi saya tidak secara langsung menggunakan layanan perusahaan dan membayar kesana, dan masalah mereka adalah murni urusan bisnis antar perusahaan kompetitor.

    Sedangkan yang saya gunakan produk open source yang dikontrol banyak orang dan ya sampai sejauh ini belum ada efek negatif dari keputusan Automattic ke produk WordPress.org, jadi ya saya merasa tidak ada masalah.

  • Longevity

    Sambil browsing-browsing kamera, yang mana ternyata mahal 🙂 tapi ada banyak juga kamera yang umurnya 10 tahunan, kamera saya sendiri, Fujifilm XA-2, sudah 8-9 tahun, yang mana menurut saya cukup wah, karena masih bisa dipakai normal gak ada masalah, yeah kamera lebih baru punya pixel lebih besar, auto fokus lebih cepat, tapi bukan berarti kamera…

    Sambil browsing-browsing kamera, yang mana ternyata mahal 🙂 tapi ada banyak juga kamera yang umurnya 10 tahunan, kamera saya sendiri, Fujifilm XA-2, sudah 8-9 tahun, yang mana menurut saya cukup wah, karena masih bisa dipakai normal gak ada masalah, yeah kamera lebih baru punya pixel lebih besar, auto fokus lebih cepat, tapi bukan berarti kamera lama jadi gak bisa dipakai.

    Ini tidak seperti ‘gadget’ kebanyakan, laptop bisa syukur banget kalau bertahan sampai 10 tahun, atau malah 5 tahun aja uda bagus. Laptop terakhir saya tahan 10 tahun sih, macbook 2012, tapi sudah kerasa banget load kerja nya menjadi lebih lambat, sampai saya nyerah dan install Ubuntu untuk tetap bisa dipakai hingga total 10 tahun, sampai akhirnya beneran mati karena ada masalah fisik.

    Apalagi handphone, smartphone, fisiknya yang fullscreen sudah sangat lah rentan, baterai model tanam jadi sedikit lebih susah untuk memperpanjang usia smartphone.

    Salah satu yang jadi perbedaan gadget tersebut dengan kamera menurut saya adalah software, kamera bisa dibilang jarang banget ada update software, sedangkan laptop dan smartphone dapat update software terus, yang mana harusnya jadi dampak bagus, tapi software update kadang perlu lebih banyak resources, jadi perlu hardware update, jadi kalau hardware nya (dalam hal ini laptop dan smartphone) gak diupdate, maka kewalahan jalanin update software terbaru.

    Belum termasuk software tambahan, game tambahan, yang makin kesini makin baik yang berarti perlu lebih banyak resources, jadilah hardware ‘jadul’ semakin terasa ketinggalan.

    Lebih parah lagi beberapa gadget “smart” yang sebenarnya gak perlu update software, gak perlu software tambahan, tapi tetap saja kena masalah ini.

    Contohnya printer (HP) dan smartband (xiaomi) saya yang harusnya ya gak perlu software update dll, cuma punya 1 fungsi, dan gak ada perubahan kebutuhan, tapi baru 2-3 tahun sudah punya beberapa masalah.

    Jadi makin kesini elektronik semakin canggih dan “pintar”, tapi sifat daya tahannya malah makin menurun, sangat disayangkan karena sebenarnya gadget-gadget yang tergolong “tua” itu sebenarnya masih bisa berguna tapi software yang meminta resource lebih membuatnya jadi tidak berguna dan menjadi sampah elektronik.

  • Laravel QR Code

    Salah satu projek saya adalah membuat aplikasi pembelian tiket perjalanan kapal, yang mana salah satu fiturnya adalah mencetak QR code pada tiket perjalanan. Karena saya menggunakan Laravel, maka opsi paling pasti adalah menggunakan package simplesoftwareio/simple-qrcode. Selanjutnya hanya perlu membaca panduan dari package tersebut disni https://github.com/SimpleSoftwareIO/simple-qrcode, sayangnya sepertinya projek, repository, dan website resminya sudah gak dirawat,…

    Salah satu projek saya adalah membuat aplikasi pembelian tiket perjalanan kapal, yang mana salah satu fiturnya adalah mencetak QR code pada tiket perjalanan. Karena saya menggunakan Laravel, maka opsi paling pasti adalah menggunakan package simplesoftwareio/simple-qrcode.

    composer require simplesoftwareio/simple-qrcode

    Selanjutnya hanya perlu membaca panduan dari package tersebut disni https://github.com/SimpleSoftwareIO/simple-qrcode, sayangnya sepertinya projek, repository, dan website resminya sudah gak dirawat, ada banyak issue dan PR yang tidak dihandle, halaman dokumentasinya saja sudah tidak bisa diakses, tapi saya berhasil menemukannya melalui web archive, jadi untuk full dokumentasi bisa diakses disini https://web.archive.org/web/20240221193114/http://www.simplesoftware.io/#/docs/simple-qrcode

    Penggunaanya cukup mudah, saya bahkan menggunakanya langsung di template Blade didalam tag <img />.

    <img src="data:image/jpg;base64,{!! base64_encode(QrCode::format('png')->generate($manifest->code)) !!}">

    Tapi ada sedikit masalah, gambar yang dihasilkan sebenarnya sudah oke dan tidak ada masalah untuk keperluan tampil pada layar smartphone, atau monitor laptop, tapi karena ini untuk keperluan tiket yang mana dicetak fisik, maka tampilannya sedikit kacau, dan sering tidak bisa di-scan.

    Sayangnya dicari bagaimanapun saya tidak menemukan cara untuk membuat ini menjadi lebih baik. Ada banyak package lain tapi sebenarnya semua menggunakan sumber package QR code yang sama, jadi ya sama saja.

    Tapi hari ini saya menemukan cara untuk memperbaiki masalah ini yaitu dengan cara memperbesar gambarnya tapi menampilkan secara kecil, eh gimana sih ya.. intinya secara koding gini:

    <img src="data:image/jpg;base64,{!! base64_encode(QrCode::size(300)->margin(1)->format('png')->generate($manifest->code)) !!}" style="position: relative; top: -30px" width="100">

    Jadi QR code saya set untuk menghasilkan ukuran menjadi 300, tapi saya tampilkan dengan ukuran 100, hasilnya gambarnya jadi lebih tajam, lebih mudah terbaca, dan untuk saat ini punya keberhasilan scan lebih tinggi.

    Dengan begini keperluan scan QR code penumpang perjalanan dapat berjalan lebih cepat dan lancar.

  • POSSE

    POSSE adalah singkatan dari “Publish (on your) Own Site, Syndicate Everywhere”, atau pada dasarnya posting sekali di web personal mu lalu share di tempat lain, termasuk sosial media. POSSE is an abbreviation for Publish (on your) Own Site, Syndicate Elsewhere, the practice of posting content on your own site first, then publishing copies or sharing links to third parties…

    POSSE adalah singkatan dari “Publish (on your) Own Site, Syndicate Everywhere”, atau pada dasarnya posting sekali di web personal mu lalu share di tempat lain, termasuk sosial media.

    POSSE is an abbreviation for Publish (on your) Own Site, Syndicate Elsewhere, the practice of posting content on your own site first, then publishing copies or sharing links to third parties (like social media silos) with original post links to provide viewers a path to directly interacting with your content.

    https://indieweb.org/POSSE

    Dengan semakin banyak sosial media, terus juga pelajaran dari Twitter dimana pada satu titik sebuah platform bisa berubah 360 derajat sesuai keinginan pemilik platform, maka perlu sebuah tempat yang bisa kita kontrol sendiri namun juga tetap bisa memanfaatkan jaringan pengguna di sosial media yang tersebar di berbagai platform.

    Belakangan banyak terjadi gelombang pengungsian pengguna sosial media ke platform baru seperti Thread, Mastodon (dengan berbagai servernya), lalu Bluesky. Kalau saya bilang ini orang-orang masih tes ombak mencari mana yang lebih pas untuk bernaung, jadi masih pada gak jelas memang, semua dicoba.

    Tapi satu yang pasti, pada akhirnya kemungkinan akan sama saja, VC yang mendanai platform tersebut akan mengambil kontrol dan membentuk platform sesuai keinginan.

    Jadi daripada memilih mana, lalu mulai ‘terjebak’, maka saya pribadi merasa mending balik ke personal website, atau istilahnya blog, microblog, atau apapun dimana ya bisa kontrol sendiri. Disitu POSSE terlihat lebih masuk akal.

    Saya sendiri ini menggunakan self-host WordPress, dan POSSE sangat mudah dilakukan karena sudah terdapat plugin seperti Jetpack, yang akan membantu auto-sharing tulisan baru saya ke berbagai platform sosial media.

    Jadi saya tetap bisa posting seperti biasa disini, saya bisa kontrol, backup dan simpan tulisan saya, tapi juga otomatis di share ke sosial media yang saya pilih, dalam hal ini saya setting untuk Threads, Mastodon dan Bluesky.

    Ada gak enaknya sih, tiap platform punya beda gaya dan juga kalau autopost gini kurang engage dengan komunitasnya, tapi.. saya gak begitu peduli juga, kaerna ya saya juga memang gak aktif di sosial media, jadi ya sudah lah..

    Tulisan dari The Verge ini bagus banget mengenai hal ini

    The idea is that you, the poster, should post on a website that you own. Not an app that can go away and take all your posts with it, not a platform with ever-shifting rules and algorithms. Your website. But people who want to read or watch or listen to or look at your posts can do that almost anywhere because your content is syndicated to all those platforms.

    https://www.theverge.com/2023/10/23/23928550/posse-posting-activitypub-standard-twitter-tumblr-mastodon