Dulu waktu kuliah ada pembahasan tentang AI dan sistem pakar, dan waktu itu sebagai anak TI membayangkan masa depan yang canggih, penuh bantuan AI, terus Marvel dengan Iron Man juga jadi hits di Bioskop, jadi merasa keren dan ajaib gitu kalau bisa ada teknologi AI. Terus sekarang bermunculan produk-produk AI,…
selanjutnya
Dulu waktu kuliah ada pembahasan tentang AI dan sistem pakar, dan waktu itu sebagai anak TI membayangkan masa depan yang canggih, penuh bantuan AI, terus Marvel dengan Iron Man juga jadi hits di Bioskop, jadi merasa keren dan ajaib gitu kalau bisa ada teknologi AI.
Terus sekarang bermunculan produk-produk AI, sudah jadi buzzword dan kalimat marketing dimana semuanya dikasi label “ditenagai AI”, jujurnya saya jadi jengah, bosen, gak suka dan malah benci untuk beberapa hal.
Terutaman Generative AI, atau software AI yang dipakai untuk keperluan menghasilkan suatu benda digital, seperti menghasilkan foto, video, tulisan, koding, dan lainnya. User cuma perlu memberikan masukkan kata atau disebut dengan Prompt, lalu mesin akan menghasilkan gambar, foto atau apapun sesuai dengan perintah pengguna.
Bukan karena saya programmer, saya jadi gak suka ada AI yang bisa membantu membuat kode, karena percaya deh, kalau kamu programmer kamu pasti tau rasanya benerin kodingan hasil kerja orang lain, nah sama, kalau menggunakan AI dan ada masalah, bakal bingung sendiri benerinnya.
Jadi bukan karena itu, dan kalau ada yang mau koding pakai AI ya saya gak masalah, hanya saja jangan tanya saya untuk benerin kalau ada masalah :).
Ada beberapa hal yang bikin saya gak suka terhadap perkembangan generative AI ini.
Tidak ada kreatifitas
Rasanya tidak sedikit melihat orang-orang pakai foto avatar menggunakan wajah tapi versi ilustrasi 3D, atau juga pada spanduk-spanduk, atau malah itu kemarin presiden juga menggunakan gaya desain yang sama untuk keperluan alat peraga kampanye, tadinya menarik tapi makin kesini ya bosen juga melihat desain yang sama itu lagi itu lagi. Semuanya menggunakan Generative AI untuk menghasilkan ilustrasi yang memiliki gaya desain yang sama, tidak ada gaya desain yang spesial dan personal.
Tidak ada kreatifitas lagi, semua jadi berasa sama.
Parahnya, ada juga kampus IT, apalagi kampus desain, dan kursus-kursus desain yang menggunakan AI untuk membuat bahan yang digunakan untuk promosi mereka, padahal kalau mereka saja menggunakan AI untuk promosi, terus kenapa juga mesti kuliah/sekolah/kursus disitu?
Bahan ajar yang perlu dipertanyakan
Lalu, banyak orang awam juga tidak tahu (dan tidak peduli) bahwa untuk bisa menghasilkan sebuah produk digital berupa ilustrasi, foto, koding, tulisan, AI membutuhkan “bahan ajar”, yang bisa mereka gunakan sebagai referensi untuk menghasilkan produk-produk digital tersebut, dan jumlahnya gak sedikit, semakin banyak bahan ajarnya, maka AI akan menghasilkan produk yang lebih baik karena jadi lebih bervariasi. Pertanyaanya, darimana AI mendapatkan bahan ajar tersebut?
Kebanyakan ya mengambil data dari yang tersedia secara terbuka di internet, dan sebagian besar dilakukan dengan paksa atau tanpa kesadaran pemilik asli konten.
Contoh paling nyata Linkedin misalnya, secara default mengaktifkan mode yang memberikan mereka akses untuk menggunakan profil penggunanya sebagai bahan ajar mereka, Adobe juga, mereka menggunakan foto yang user upload ke server mereka yang mana padahal user juga sudah bayar keanggotaan, tapi masih juga mereka gunakan sebagai bahan ajar.
Blog ini misalnya, saya sudah membahas bagaimana aktifnya bot AI melakukan scanning setiap halaman dan foto, beberapa seperti Bytedance dari Tiktok tetap melakukan scan walaupun sudah diberi batasan di robot.txt, tapi mereka tidak mengindahkannya, tetep discan dalam waktu berdekatan dan membuat tagihan server saya naik!
Tentu saja, benda yang sudah ada di internet adalah milik publik, setiap orang bisa mengambil, comot atau mengcopy ulang, tapi setidaknya hargai pemilik asli, beri keterangan, pakai permisi dan paling tidak lakukan dengan sopan, bukan secara masif dan tanpa izin seperti itu.
Kehilangan authentikasi
Di saat seperti sekarang ini, ada banyak tulisan, foto dan video yang sifatnya hasil ciptaan AI, efeknya adalah jadi susah makin percaya, bisa saja gambar yang kamu lihat, tulisan yang kamu baca, atau akun yang kamu follow ternyata adalah rekayasa AI dan ini bukan sekedar kekhawatiran kosong, sudah ada banyak contohnya, tapi masih dalam kategori meme dan lucu-lucu-an, sampai nanti saatnya ini jadi makin serius.
Sekelas presiden US saja menggunakan gambar AI untuk membuat seolah-olah dapat dukungan dari artis tertentu, atau video artis tertentu yang mempromosikan judi online, kalau itu makin masif, maka itu gak jadi hal lucu lagi.
Betapa mudahnya dan seringnya melihat orang tertipu pesan WA yang merupakan hoax, padahal hanya teks sederhana, gambar dengan editan kasar, dan lainnya, kalau sampai saja penipu-penipu itu menggunakan AI untuk membuat tipuan yang lebih baik, maka ya habislah masyarakat ini.
Kita gak bisa lagi menelan mentah-mentah apa yang kita lihat terutama benda atau produk digital.
Jadi, singkatnya saya tidak terlalu tertarik dan cenderung tidak suka terhadap perkembangan generative AI, tapi ada juga beberapa hal dari AI yang saya suka dan setuju, tapi itu cerita di lain hari.