Berlari tanpa garis akhir

Salah satu isu yang sering dihadapi programmer terutama yang bekerja secara project by project adalah update, penyesuaian atau revisi pekerjaan yang berlalu begitu lama yang bisa sampai berbulan-bulan atau bahkan lebih. Dulu waktu saya masih bekerja pada salah satu software house ada istilah “never ending story” atau ya ibarat lari, lari tanpa garis akhir.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab dari isu ini.

1. Tidak mampu menjelaskan secara detail apa sih yang diharapkan dari projek terkait.

Entah dari sisi klien yang kurang detail menjelaskan kebutuhan dan harapan dari projek yang akan dikerjakan ini atau dari sisi programmer nya yang kurang nangkep curahan hati si klien, pada kebanyakan kasus menyebabkan projek gak pernah kelar karena gak sesuai dengan kebutuhan, ya karena memang dari awal tidak terindeks masalah apa yang ingin di selesaikan, lalu solusi atau bantuan seperti apa yang diharapkan dan didapat dari projek tersebut.

Hal ini menyebabkan si klien akan terus mengubah dan menambahkan fitur kedalam projek walaupun sebenarnya sudah melewati dari scope pekerjaan, timeline dan budget.

Oleh karena itu penting untuk merumuskan sejak awal pengerjaan projek untuk mengetahui apa sih sebenarnya yang di harapkan dari projek tersebut? Biarkan si klien curhat, pastiin si klien mengeluarkan semua ekspektasi dari projek ini, lalu rekap semua nya dalam bentuk kontrak untuk menjaga scope pekerjaan.

2. Menganggap remeh spesifikasi projek.

Tentu saja mudah mengatakan untuk membuat kontrak lalu komit dengan kontrak tersebut, tapi pada kebanyakan kasus selama masa pengerjaan projek akan banyak hal yang muncul di luar kesepakatan.

Biasa terjadi karena baik klien maupun programmer sama-sama menganggap remeh projek dan berpikir “ntar gampang-lah diubah, tinggal tambah sedikit”.

Sebagai freelancer, saya juga sering menganggap remeh urusan spesifikasi pekerjaan ini, yang penting deal dulu. Ternyata belakangan sering menyebabkan konflik karena spesifikasi projek yang selalu berkembang karena tidak di define secara baik dari awal.

Kadang klien juga karena merasa sebagai pembayar, maka yaudah lepas tangan gak mau ikut repot dalam perencanaan, bahkan sering tidak memperhatikan spesifikasi projek, sehingga kemungkinan untuk salah paham dalam mendefinisikan kebutuhan sangat besar.

3. Perbedaan persepsi klien dan programmer.

Yang paling sering adalah perbedaan definisi tentang maintenance bug/error dari projek dan pengembangan fitur baru. Beberapa klien menanggap masa testing atau juga masa support adalah masa dimana si klien boleh menambah atau request fitur baru, sehingga ya gak kelar-kelar karena scope pekerjaan berkembang.

Padahal harusnya masa tersebut lebih fokus pada perbaikan error/bug yang ditemukan.


Tentu saja ada beragam alasan kenapa sebuah projek bahkan tidak mendekati garis finish, pertanyaan berikutnya, bagaimana menghadapi kasus seperti ini?

Ada banyak trik dan cara mengatasi masalah seperti ini, beberapa yang biasa saya lakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengingatkan klien untuk membaca baik-baik spesifikasi pekerjaan yang akan di lakukan.

Karena ya itu tadi, kadang spesifikasi hanya dianggap sebagai formalitas padahal spesifikasi pekerjaan menunjukkan apa yang akan dikerjakan, apabila ada yang tidak sesuai bisa di cegah dari awal.

2. Memberikan laporan berkala Apa saja yang sudah dikerjakan dan apa saja yang akan dikerjakan berikutnya.

Supaya selalu on the track. Kalau perlukan di lakukan demo atau pertunjukan langsung apa yang sudah dikerjakan secara berkala.

3. Selalu mengingatkan mana yang merupakan revisi, mana yang merupakan tambahan atau pekerjaan di luar scope.

Termasuk konsekuensinya, seperti misal penambahan atau perubahan suatu modul pekerjaan, maka perlu diingatkan bahwa hal tersebut menyebabkan projek keluar dari timeline, sehingga kemungkinan bakal telat dari jadwal, sampai kemungkinan penambahan biaya karena ya tambahan masa kerja.

4. Selalu mention di kontrak awal ada yang namanya masa pengembangan, beserta biayanya.

Ini bukan sekedar potensi tambahan penghasilan, tapi lebih ke peringatan kepada klien untuk lebih memperhatikan projek.

Untuk beberapa kasus ini berhasil membuat klien lebih memperhatikan setiap request yang di berikan, karena ya bisa menjadi extra cost di sisi mereka.

Setelah semua alasan dan cara menghindari projek “never ending story” ini, poin penting nya sebenarnya terletak pada perencanaan projek dan kemampuan menjaga kontrak yang disepakati, walaupun setelah itu tentunya kembali ke pihak-pihak yang terkait dengan projek tersebut.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *