Update theme lagi, sepertinya lebih banyak update theme daripada postingannya sendiri. Fleksibilitas dari site editor WordPress malah bikin lebih sering eksperimen dan main-main untuk modifikasi layout dan tema yang ada. Kali ini tampilan tiap post bisa berbeda tergantung kategorinya, ini mengingatkan saya pada zaman Tumblr dulu. Tapi satu hal yang…
Update theme lagi, sepertinya lebih banyak update theme daripada postingannya sendiri.
Fleksibilitas dari site editor WordPress malah bikin lebih sering eksperimen dan main-main untuk modifikasi layout dan tema yang ada.
Kali ini tampilan tiap post bisa berbeda tergantung kategorinya, ini mengingatkan saya pada zaman Tumblr dulu.
Tapi satu hal yang kerasa banget, pengaturan padding dan margin di WordPress itu agak gak stabil, prefer untuk custom css code supaya stabil dan konsisten terutama untuk tampilan responsif.
Post tanpa judul sebenarnya bukan hal baru, tapi baru nyadar hal seperti ini bisa dilakukan, jadi seperti Twitter dan Facebook pada zamannya, just post, gak bingung mikirin judul. Karena ya, naming is hard, bikin judul kadang punya kompleksitas sendiri ๐
Post tanpa judul sebenarnya bukan hal baru, tapi baru nyadar hal seperti ini bisa dilakukan, jadi seperti Twitter dan Facebook pada zamannya, just post, gak bingung mikirin judul.
Karena ya, naming is hard, bikin judul kadang punya kompleksitas sendiri ๐
Now, with AI tools, you donโt even have to write the blog posts yourself https://www.theverge.com/2024/7/31/24210304/wix-ai-website-builder-seo-blog-posts Yep, posting blog menggunakan AI, what could go wrong? Internet akan penuh dengan tulisan soulless, dan tentunya bakal makin spamming. Why bother to read anyway? Terus nantinya akan lucu aja karena AI menggunakam tulisan di…
Okay, Linux Mint 22 baru saja rilis secara resmi. Full release note bisa dilihat disni https://blog.linuxmint.com/?p=4731. Sebenarnya dari beberapa waktu lalu pengen nulis tentang Linux Mint (atau kita singkat aja jadi Mint), tapi gak pernah terlaksana. Jadi sejak beberapa waktu lalu, mungkin 1 tahun lalu, saya menggunakan Mint di PC…
Sebenarnya dari beberapa waktu lalu pengen nulis tentang Linux Mint (atau kita singkat aja jadi Mint), tapi gak pernah terlaksana.
Jadi sejak beberapa waktu lalu, mungkin 1 tahun lalu, saya menggunakan Mint di PC saya. Sebelumnya menggunakan Ubuntu, tapi versi LTS terakhirnya bikin kacau, saya lupa, tapi rasanya karena Snap, software manager dari Ubuntu ngaco, suka stuck sendiri. Heran deh, sudah official sejak lama, masih aja gak stabil.
Sekitar sebulan lalu, saya nyobain lagi distro lain, seperti Fedora, Debian, Ubuntu lagi, nyobain beberapa Desktop Environment (Awesome WM, KDE), tapi gak cocok, selalu ada yang ganggu, ada masalah. So balik lagi menggunakan Mint lagi.
Untuk yang gak familiar, Linux Mint dibuat dengan prinsip stabilitas, pokoknya bisa diinstall dengan mudah, dan gak ada masalah, ya udah stabil aja, dan memang bener, selama penggunaan saya gak pernah ketemu masalah, It just works!.
Tapi ada downside nya, update nya agak lama, kadang lama banget, termasuk aplikasi yang tersedia di Software managernya, kadang tertinggal jauh dari rilis resmi aplikasinya sendiri. Soalnya ya itu tadi, lebih prefer stabilitasnya, jadi daripada selalu update tapi banyak masalah atau belum matang, Linux Mint memilih untuk pending dan tetap di area yang lancar saja.
Oke, karena versi baru nya baru saja keluar, rasanya gatal untuk upgrade segera, tapi sepertinya bakal ditunda dulu, karena (1) belum keluar panduan dan tool resmi untuk upgrade (2) lagi sibuk banget, gak sempet kalau mau install ulang. Ya itung-itung biar lebih stabil.
Secara random, ketika saya membuka sebuah artikel dan dapet link ke Threads dan ngeliat sekilas, saya suka sama UI nya, tampilannya fokus ditengah screen, gak banyak printilan aneh-aneh, ya pas gitu aja. Kebetulan saya juga pengen update tampilan blog ini, jadi saya coba untuk meniru, ya meniru tampilan ala Threads.…
Secara random, ketika saya membuka sebuah artikel dan dapet link ke Threads dan ngeliat sekilas, saya suka sama UI nya, tampilannya fokus ditengah screen, gak banyak printilan aneh-aneh, ya pas gitu aja.
Kebetulan saya juga pengen update tampilan blog ini, jadi saya coba untuk meniru, ya meniru tampilan ala Threads.
Tadinya mau bikin theme WordPress sendiri, karena ya saya punya beberapa kebingungan dalam penggunaan site editor WordPress. Tapi kemarin iseng aja, coba untuk bikin tampilan ala Threads menggunakan default theme Twenty Twenty Four, terus pakai site editor nya buat ubah sana-sini.
Hasilnya.. ya bisa dibilang mirip, iya gak sih? saya sih suka aja. Cuma memang belum semua halaman diupdate.
Jadi sama sekali gak koding, beneran pakai site dan block editor di default theme plus beberapa jam untuk ngulik-ngulik site editornya.
So saya kemarin mencoba untuk beralih dari self-host WordPress ke WordPress.com, iya, official WordPress provider, karena ya biar gak ribet deh dan langsung ke provider resmi maksudnya ya sekalian support, dan juga saya tertarik dengan WordPress Discover, supaya postingan di blog ini bisa masuk ke dunia WordPress users. Pertama, saya…
So saya kemarin mencoba untuk beralih dari self-host WordPress ke WordPress.com, iya, official WordPress provider, karena ya biar gak ribet deh dan langsung ke provider resmi maksudnya ya sekalian support, dan juga saya tertarik dengan WordPress Discover, supaya postingan di blog ini bisa masuk ke dunia WordPress users.
Pertama, saya lumayan kaget karena harganya cukup mahal untuk bulanan, lebih murah ya bayar setahun langsung, atau 3 tahun sekalian. Tapi saya sudah coba compare dengan beberapa provider lokal lain, sebenarnya harganya bisa dibilang kurang lebih saja, jadi ya prefer yang official saja.
Kedua, saya akhirnya coba deh pakai paket yang Starter, alias paling murah. Saya kaget banget karena banyak banget batasan fiturnya!. Jangankan custom plugin, plugin resmi pun juga gak bisa install. Tapi ya sudah, toh saya gak banyak pakai plugin, jadi apa yang ada pun cukup.
Ketiga, masih dibatasan penggunaan, kali ini dari sisi kustomisasi, ya ampun, mau ganti background full site saja gak bisa, mesti upgrade plan! terus kalau di Site Editor WordPress ada istilah “Pattern” dimana merupakan Block yang bisa dipakai berulang, ini juga gak bisa! custom CSS? gak bisa juga :(.
Keempat, permalink juga gak bisa, dan berhubung permalink di blog asli saya ini sedikit berbeda (saya juga lupa kenapa saya buat demikian), di paket Starter gak bisa diubah, hasilnya ketika saya import media dari blog ini ke wordpress.com, file nya ke load tapi gak bisa terbuka dan gak tampil di post, walhasil saya mesti ngedit semua post yang ada gambarnya!
Kelima, Jetpack gagal konek, gak ngerti kenapa, ini harusnya plug and play, tapi error, dan dokumentasi yang diberikan screenshot nya berbeda dengan kenyataan, so gak bisa troubleshoot sendiri.
Keenam, lihat aja sendiri:
Apaan itu!
Ketujuh, dashboardnya bikin bingung, karena ada dashboard dari wordpress.com ada juga yang dari wp-admin, halaman setting dan pengaturan loncat kesana kemari antar dua dashboard itu.
Kedelapan, saya tau ada di plan paling murah, tapi gak asik aja setiap buka menu tertentu yang sudah ada disitu, terus muncul nya “upgrade untuk akses halaman ini”, ngeselin!
Kesembilan, custom domain juga sama, di dashboard sering lompat antara domain default dan custom domain, dan saya gak ngerti lagi yang mana yg bener.
Kesepuluh, untungnya gampang refund, walaupun mesti kontak support dulu karena lagi-lagi, screenshot di dokumentasi berbeda dengan kenyataan. Kontak support baru tiba-tiba halaman berhenti langganan jadi mirip.
Intinya saya menyerah, minta refund, dan prefer hosting sendiri saja deh. atau kalau gak ya pakai WordPress hosting provider dari Indonesia, tapi ya gitu harganya kurleb, baru kerasa murah kalau bayar untuk langsung periode panjang (2-3 tahun).
Padahal dari dulu kepengen banget pakai yang official biar ya lebih legit aja sebagai “pengguna WordPress”.
Salah satu yang berat dari bekerja secara remote adalah urgensi untuk bekerja lebih keras. Rekan kerja tidak melihat secara langsung bagaimana kamu bekerja, jadi beberapa akan menganggap kamu gak ikut berkontribusi dan bekerja. Oleh karena itu untuk membuktikan ‘kehadiran’ mu, perlu bekerja lebih keras, menyelesaikan task lebih cepat dan banyak,…
Salah satu yang berat dari bekerja secara remote adalah urgensi untuk bekerja lebih keras. Rekan kerja tidak melihat secara langsung bagaimana kamu bekerja, jadi beberapa akan menganggap kamu gak ikut berkontribusi dan bekerja.
Oleh karena itu untuk membuktikan ‘kehadiran’ mu, perlu bekerja lebih keras, menyelesaikan task lebih cepat dan banyak, dan memberikan kontribusi yang beneran kerasa bahwa ya kamu ada disitu.
So itu bukan sesuatu yang mudah dan menyenangkan, walaupun begitu, saya lebih prefer menghabiskan waktu untuk menyelesaikan task saya dibanding menggunakan waktu tersebut untuk macet-macet di jalan.
Saya suka banget sama tema Twenty Twenty Four WordPress ini, sangat fleksibel, tadinya blog ini punya beberapa layout spesial untuk masing-masing fitur, enak banget, saya mau bikin artikel how-to nya karena ya fleksibel. Tapi belakangan ini kok jadi kesel ya, Tema ini plus memang WordPress site editor yang berasa seperti…
Saya suka banget sama tema Twenty Twenty Four WordPress ini, sangat fleksibel, tadinya blog ini punya beberapa layout spesial untuk masing-masing fitur, enak banget, saya mau bikin artikel how-to nya karena ya fleksibel.
Tapi belakangan ini kok jadi kesel ya, Tema ini plus memang WordPress site editor yang berasa seperti tebak-tebakan, ketika ada suatu elemen atau pengaturan yang gak saya suka, saya mesti nebak-nebak ada dimana pengaturan untuk bagian tersebut, sudah gitu masih kadang gak stabil, beberapa waktu kemudian bisa jadi terganggu.
Contoh paling nyata ya ini, tampilan yang aktif sekarang, lebar elemen, posisi, padding-margin, semua serba kacau.
Sudah cukup capek untuk nyari pengaturan, sepertinya bakal balik bikin tema sendiri saja, toh perlu minimalist saja, jadi gak ribet, harusnya..
Memang tidak seindah tampilan di https://www.workspaces.xyz/, tapi pengen juga mendokumentasikan meja kerja yang bisa dibilang sepertiga hari dihabiskan disini. Devices:
Memang tidak seindah tampilan di https://www.workspaces.xyz/, tapi pengen juga mendokumentasikan meja kerja yang bisa dibilang sepertiga hari dihabiskan disini.
Devices:
MacBook Pro M1, yang belakangan agak jarang dipakai selain kebutuhan Technical Support, testing, meeting, ngobrol dan diskusi bareng rekan kerja.
Tablet Mi Pad 5, untuk semua kebutuhan entertainment, android gaming, nonton, musik, baca berita, sayang banget gak bisa konek ke monitor.
Custom PC, dengan OS Linux Mint sebagai media kerja utama. lebih sering kerja disini dibanding laptop, sepertinya sih karena lebih enak ngetik di keyboard, dibanding laptop.
Keyboard TKL Fantech, bukan keyboard terbaik, tapi saya nyaman.
Mouse Rexus X18, biasa aja, enak digunakan karena bentuknya besar, kabel, sama seperti keyboard, rasanya memang lebih proper daripada wireless.
Miniblock Race Car, yang gak sempat-sempat untuk dirakit ๐
Bertempat di Perpustakaan Kota Samarinda, diselenggarakan Wisuda untuk pelepasan dan perpisahan siswa-siswi TK ICMA tempat anak saya bersekolah. Ada beberapa penampilan dari masing-masing kelas, bahkan wali siswa pun ikut untuk perform ๐ Belajar dari pengalaman sebelumnya yang membuat banyak foto saya nge-blur karena pergerakan dari objek foto, maka saya mencoba…
Bertempat di Perpustakaan Kota Samarinda, diselenggarakan Wisuda untuk pelepasan dan perpisahan siswa-siswi TK ICMA tempat anak saya bersekolah.
Ada beberapa penampilan dari masing-masing kelas, bahkan wali siswa pun ikut untuk perform ๐
Belajar dari pengalaman sebelumnya yang membuat banyak foto saya nge-blur karena pergerakan dari objek foto, maka saya mencoba memperbaiki kali ini dengan menaikkan kecepatan shutter speed, yang mana ya betul, saya berhasil menangkap gambar penampilan seni (yang mana selalu bergerak cepat) dengan tepat!
Akan tetapi, shutter speed saya terlalu tinggi ๐ saya mengerti bahwa shutter speed yang semakin cepat akan membuat gambar semakin gelap, tapi waktu kegiatan berlangsung saya tidak sempat terpikir, saya malah menggunakan opsi flash! yang mana ternyata cukup mengganggu juga!
Harusnya saya mencari sweet spot untuk shutter speed optimal. Ya, pelajaran baru lainnya.
WonderZone (lokasi) adalah wahana playground baru di Kota Samarinda, mungkin baru 2-3 bulan? dan ini baru sempat kesana dan juga menghindari keramaian karena ya wahana baru jadi pastinya ramai sekali.. tapi ternyata tetap ramai juga! Saya suka sih paket harganya, 2 jam atau seharian, yang mana paket yang fair, 2…
WonderZone (lokasi) adalah wahana playground baru di Kota Samarinda, mungkin baru 2-3 bulan? dan ini baru sempat kesana dan juga menghindari keramaian karena ya wahana baru jadi pastinya ramai sekali.. tapi ternyata tetap ramai juga!
Saya suka sih paket harganya, 2 jam atau seharian, yang mana paket yang fair, 2 jam adalah waktu yang cukup lah untuk sebuah playground. Di beberapa tempat opsi nya 1 jam atau seharian, yang mana bikin susah karena 1 jam tentu gak cukup, tapi seharian tentu jadi berlebih.
Wahana permainannya sendiri cukup baru dan unik, saya suka bagian platform adventure yang cukup panjang, terus ada itu castle udara yang luas juga dibanding ditempat lain.
Tempatnya sendiri kerasa luas, tapi gak berlebihan, space nya pas, padat tapi gak sempit.
We Win it! Season yang gak jelas ini diakhiri dengan manis, tropy FA! dan juga permainan United beda banget, akhirnya bermain sedikit konservatif dan yeah bisa mengatasi City. 2 years 2 trophies, Gak tau deh gimana ini nasib Erik Ten Hag.
Season yang gak jelas ini diakhiri dengan manis, tropy FA! dan juga permainan United beda banget, akhirnya bermain sedikit konservatif dan yeah bisa mengatasi City.
2 years 2 trophies, Gak tau deh gimana ini nasib Erik Ten Hag.
Memeriahkan HUT IGTKI (Ikatan Guru TK Indonesia) Kota Samarinda, diselenggarakan beberapa lomba untuk anak-anak TK, salah satunya ini fashion show ini yang bertempat di City Centrum. Menurut saya pribadi agak unik sih, karena syaratnya mesti menggunakan baju batik yang seragam! jadi sama semua penampilannya ๐ beberapa melakukan modifikasi tapi gak…
Memeriahkan HUT IGTKI (Ikatan Guru TK Indonesia) Kota Samarinda, diselenggarakan beberapa lomba untuk anak-anak TK, salah satunya ini fashion show ini yang bertempat di City Centrum.
Menurut saya pribadi agak unik sih, karena syaratnya mesti menggunakan baju batik yang seragam! jadi sama semua penampilannya ๐ beberapa melakukan modifikasi tapi gak boleh macem-macem.
Ini pertama kalinya saya dan keluarga join acara seperti ini, dan ya agak takjub juga liat beberapa anak beneran seperti sudah biasa aja gitu, sepertnya memang beberapa bisa dibilang sudah biasa dan mungkin ‘pro’ untuk hal seperti ini.
Sayangnya saya sedikit kacau disini, karena dari beberapa foto yang saya ambil, malah foto anak dan temen-temennya sendiri yang gak layak posting karena nge-blur banget. Kombinasi dari anak-anak yang geraknya cepet banget, saya nya juga over-excited jadi gak stabil, dan juga kamera yang sepertinya gak cocok buat burst-shoot ๐ญ.
Learnt something today, better to have 1 decent photo than multiple blurry photos ๐ญ
Akhirnya sudah ditentukan, dan sudah dibeli juga, monitor pengganti Samsung G324 yang rusak kemarin, ini adalah monitor dari ViewSonic, ViewSonic VX2758A-2K-PRO-2. Sebenarnya saya bingung memilih, 1 monitor 2K, atau 2 monitor FHD 24 inch, karena mempertimbangkan kemudahan split screen beneran, kan enak tuh punya 2 monitor dimana 1 monitor dipakai…
Akhirnya sudah ditentukan, dan sudah dibeli juga, monitor pengganti Samsung G324 yang rusak kemarin, ini adalah monitor dari ViewSonic, ViewSonic VX2758A-2K-PRO-2.
Sebenarnya saya bingung memilih, 1 monitor 2K, atau 2 monitor FHD 24 inch, karena mempertimbangkan kemudahan split screen beneran, kan enak tuh punya 2 monitor dimana 1 monitor dipakai untuk satu hal dan monitor utama melakukan hal lain. Tapi saya lebih penasaran sama 2K, karena walaupun sudah lama, saya jujurnya belum pernah menggunakannya, so saya pilih yang 2K saja, dan hasilnya.. wah, mantap!.
Untuk monitor 2k pun ada beberapa pilihan yang saya target, salah satunya produk dari MSI ini, 27inch, 2K, dan refresh rate nya sedikit lebih rendah, cuma 100Hz, tapi karena saya bukan untuk gaming maka saya pikir bolehlah, lumayan jadi sedikit miring harganya, sayangnya stocknya gak ada, jadi oke pindah ke ViewSonic ini, yang mana spesifikasi kurang lebih sama, dengan refresh rate yang lebih tinggi, 170Hz.
Setelah pasang, saya langsung kerasa wah nya. Ya karena memang sebelumnya menggunakan monitor FHD 24 inch, begitu pakai 2K 27 inch langsung kerasa bedanya, instant!. Seperti dugaan saya, dari sisi entertaiment, karena saya sering menggunakan untuk menonton video, kerasa banget lebih jernih, smooth, luas dan halus. Dari sisi produktifitas juga improved banget, yang tadinya saya cuma bisa split 2 screen, sekarang bisa jadi 5 screen (3 screen, screen ke 3 dibagi 3 horizontal).
Tadinya ada sedikit masalah, entah color profile nya ngaco banget, warna nya kacau, dicobain ganti settingannya malah makin kacau, akhirnya bisa fix setelah di klik factory reset, hmm aneh.
Masalah lain adalah karena 2K, beberapa website jadi terlihat agak gak balance, kadang terlalu kekiri, kadang terlalu banyak white space, bahkan website ini juga tadinya sedikit kacau di halaman home, masalah responsif desain aja, bukan karena monitornya.
So ya mantap lah ini, worth banget upgrade nya. Cuma memang ya itu, 170Hz ini mungkin mediocre banget buat kebanyakan orang, tapi untuk saya ini berlebihan karena gak dipakai buat gaming juga, jadi sebenarnya refresh rate yang lebih rendah pun oke juga, dan bisa bikin harga lebih murah.
Diantara devices dari Apple, iPad adalah salah satu lini produk yang paling saya adore setelah MacBook. Saya ‘pernah’ punya dulu, versi lama sekali, waktu itu iPad masih sebatas smartphone versi layar lebih besar. Setelah mereka merilis versi “Pro” baru mulai terasa dimana iPad adalah salah satu workspace yang powerful dan…
Diantara devices dari Apple, iPad adalah salah satu lini produk yang paling saya adore setelah MacBook. Saya ‘pernah’ punya dulu, versi lama sekali, waktu itu iPad masih sebatas smartphone versi layar lebih besar. Setelah mereka merilis versi “Pro” baru mulai terasa dimana iPad adalah salah satu workspace yang powerful dan sangat versatile.
Tapi saya belum sempat memiliki, instead saya pergi ke versi Android, ada Xiaomi Pad 5 yang menurut saya sudah merupakan fine piece of gadget yang saya harapkan dari sebuah tablet.
Salah satu permasalahan saya dengan iPad dari dulu adalah adanya semacam keterbatasan, semacam harusnya bisa nih gantiin laptop, tapi seperti no, gak akan bisa menggantikan laptop, bahkan setelah akhirnya keluar versi M4 ini yang mana super berkali-kali lipat powerfull dari iPad terakhir yang saya punya, tapi masih, ada batasan disana.
Secara hardware dan power, iPad Pro adalah top notch, gak diragukan lagi. Tapi sebagai programmer yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk koding, sangat terbatas sekali. Malahan, tablet Android saya tadi bisa dibilang lebih oke untuk keperluan koding, thanks toTermux.
Mungkin memang saya bukan target marketnya, saya bisa lihat untuk orang-orang yang lebih banyak menggunakan laptop untuk keperluan office, meeting, dan sejenisnya, iPad Pro akan banyak berguna karena sangat portable dan ringan, akan lebih mudah dibanding membawa laptop. Terus juga tentu saja, artist, designer, bahkan kalau ngeliat rilis tebraru M4 ini sepertinya video dan music editor juga akan terbantu dengan iPad ini. Layarnya yang oke banget, chipset yang responsif dan massive, GPU dan lainya, oke banget.
Tapi tidak untuk Programmer.
Padahal dengan chip M4, iPad powerfull banget, seperti sayang banget kalau gak bisa pakai buat keperluan koding, gak usah koding yang berat-berat deh, sesimple web programming saja susah, dan lagi ini bukan tentang hardware, ini software dan memang sepertinya bukan fokus Apple, Programmer mah stay di Mac line saja mungkin menurut mereka.
Walaupun begitu, dipikir-pikir lagi, dengan harga iPad sekarang yang lebih mahal dibanding MacBook base level, mungkin tetap akan susah sih, I mean, MacOS >>> iPad OS, mungkin itu juga yang jadi pertimbangan Apple, Programmer banyak maunya, perlu banyak kebebasan seperti Mac, gak seperti “Pro” lainnya yang gak perlu aneh-aneh, yang penting apps nya ada dan bekerja responsif maka ya udah beres.
Karena monitor saya rusak dan memang tidak bisa diperbaiki, maka ya saya akan membeli monitor baru. Jujurnya saya sangat awam dengan spesifikasi monitor, jadi saya berusaha mencari tahu informasi seputar monitor untuk menentukan monitor yang proper untuk keperluan saya. Tentu saja opsi pertama adalah YouTube Chanel GTID, saya surprise juga…
Karena monitor saya rusak dan memang tidak bisa diperbaiki, maka ya saya akan membeli monitor baru.
Jujurnya saya sangat awam dengan spesifikasi monitor, jadi saya berusaha mencari tahu informasi seputar monitor untuk menentukan monitor yang proper untuk keperluan saya.
Tentu saja opsi pertama adalah YouTube Chanel GTID, saya surprise juga itu channel bisa fokus banget bahas monitor doang. Saya belajar beberapa hal, tapi juga memunculkan beberapa pertanyaan lain. Berikutnya saya mengobrol dengan Gemini dari Google, AI dari Google untuk membantu saya mengerti beberapa hal untuk membantu saya memilih monitor sesuai kebutuhan.
Untuk full obrolan saya dengan Gemini, kamu bisa check disini. Pertanyaan yang saya tanyakan mungkin untuk sebagian orang adalah informasi dasar, tapi untuk saya, jawaban dari Gemini sangat mencerahkan saya yang awam ini..
Contrast Ratio
Salah satu monitor yang menjadi target saya, ternyata memiliki contrast ratio yang menurut saya rendah, 1000:1, yang mana beberapa monitor lain yang malah lebih murah, ternyata memiliki contrast ratio lebih tinggi, 3000:1. Ternyata contrast ratio ini dikarenakan perbedaan panel, IPS panel punya contrast ratio yang lebih rendah dibanding VA panel, walaupun IPS panel lebih mahal!.
Sebagai tambahan, contrast ratio mempengaruhi warna gelap dan terang, semakin tinggi contrast ratio artinya gelap dan terang dapat ditampilkan dengan lebih baik, jadi yang hitam akan makin hitam dan putih makin putih, saya suka ini! tapi…
Color Accuracy
Berikutnya adalah color accuracy, yang mana menurut saya dan Gemini, juga merupakan faktor yang sangat penting untuk menampilkan warna yang lebih baik. Dalam hal ini, panel IPS lebih akurat dalam menampilkan warna dibanding VA panel.
Color Accuracy vs Contrast Ratio
So menurut Gemini, color accuracy lebih penting dibanding contrast ratio. Saya juga sempat menanyakan hal yang sama pada ChatGPT, dan ya hasilnya sama, menurut ChatGPT, monitor dengan color accuracy yang baik pada akhirnya akan menampilkan gelap dan terang yang juga baik.
Jadi tentu saja, IPS panel lebih baik (dan memang seharusnya).
Refresh Rate
Salah satu faktor yang saya gak familiar padahal sangat mempengaruhi harga sebuah monitor, refresh rate.
Kebanyakan YouTuber dan reviewer membahas monitor yang memiliki refresh rate tinggi, diatas 150Hz! Monitor Samsung saya sebelumnya juga memiliki refresh rate tinggi, 165Hz. Masalahnya, saya tidak menggunakannya untuk bermain game! sebagian waktu saya untuk bekerja dalam hal ini programming yang mana gak butuh refresh rate tinggi, terus kadang edit foto simple di Lightroom, dan juga jadi media utama untuk nonton. Saya kira saya perlu untuk memiliki refresh rate yang tinggi untuk menonton video, tapi ternyata gak juga, 100Hz sudah lebih dari cukup.
Resolusi
Sebenarnya ini merupakan hal yang paling dasar dan paling awal, tapi saya sempet dibuat bingung, soalnya Xiaomi A27i murah banget! 27 Inch dengan resolusi Full HD! tapi saya melupakan 1 hal yaitu pixel per inch, dimana dengan layar 27 inch dengan Full HD mungkin oke-oke saja, tapi untuk saya yang sebelumnya menggunakan 24 inch Full HD, ini artinya akan berasa karena pixel yang sama di area yang lebih lebar, dan meja kerja saya tetap, jadinya akan tidak nyaman (diawal), apa ya istilahnya, jadi gak enak karena pixel nya jadi makin berjarak (susah banget bahasanya).
Kesimpulan
Jadi berdasarkan pengetahuan baru yang saya dapat, pada akhirnya saya akan memilih monitor dengan panel IPS (untuk color accuracy) dan100Hz (supaya lebih hemat, tapi tetap diatas kebutuhan). Sedangkan untuk resolusi ada 2 opsi: 2 x 24 Inch, Full HD atau 27 Inch, Quad HD aka 2K.
Ya, untuk resolusi saya masih menimbang-nimbang. Soalnya harga 24 inch full HD sekarang bisa dibilang murah banget, setidaknya dibanding Monitor Samsung saya dulu (mungkin karena refresh rate tinggi ya). Jadi dengan memiliki 2 monitor, akan lebih mudah untuk multitasking dan split screen nya, tapi dilain sisi, 2K juga menarik! bisa dibilang jadi upgrade dan new user experiences untuk saya yang sebelumnya Full HD doang.
Mengantar monitor saya yang flickering kemarin ke Samsung service center. Setelah dicheck katanya sudah ga bisa dibaikin, jadi beneran ganti internal LCD yang mana ya sesperti harga baru. So ya ga jadi, sepertinya saya beli monitor baru lain saja.
Mengantar monitor saya yang flickering kemarin ke Samsung service center. Setelah dicheck katanya sudah ga bisa dibaikin, jadi beneran ganti internal LCD yang mana ya sesperti harga baru.
So ya ga jadi, sepertinya saya beli monitor baru lain saja.
Kembali lagi pergi ke Rumah Ulin Arya Samarinda, ini adalah kunjungan yang ke sekian kalinya. Maklum saja, tidak banyak area wisata bermain di Samarinda ๐ Berikut foto-foto kunjungan kali ini.
Kembali lagi pergi ke Rumah Ulin Arya Samarinda, ini adalah kunjungan yang ke sekian kalinya. Maklum saja, tidak banyak area wisata bermain di Samarinda ๐