• WordPress

    Kalau ngobrolin WordPress, ada banyak love-hate relationship didalamnya. Untuk tech-people, apalagi programmer WordPress adalah produk yang sudah “jadul”, sudah gak oke, unoptimized pokoknya gak menarik Dan sebisa mungkin bisa stay jauh-jauh Dari WordPress. Sebagai programmer, khususnya web programmer, saya pun merasakan hal yang sama, sudah males urusan sama WordPress yang sekarang juga makin ribet dan…

    Kalau ngobrolin WordPress, ada banyak love-hate relationship didalamnya. Untuk tech-people, apalagi programmer WordPress adalah produk yang sudah “jadul”, sudah gak oke, unoptimized pokoknya gak menarik Dan sebisa mungkin bisa stay jauh-jauh Dari WordPress.

    Sebagai programmer, khususnya web programmer, saya pun merasakan hal yang sama, sudah males urusan sama WordPress yang sekarang juga makin ribet dan bloated.

    Tapi suka tidak suka, WordPress sangat user friendly, kecuali kamu manage website super besar yang mungkin punya kebutuhan khusus yang tidak di-cover di WordPress, maka effort untuk menggunakan site builder, CMS, atau malah bikin sendiri itu gak sebanding dan lebih ribet.

    Dari sisi development mudah, terutama untuk PHP developer (yang memang bukan job seksi lagi). Ya semakin kesini memang makin ribet dan makin masuk ke dalam js-hell tapi still doable.

    Dari sisi deployment juga gampang, tinggal upload dan beres, gak perlu server yang aneh-aneh. Server Rp. 30.000 juga sudah cukup dan bisa buat jalanin website berbasis WordPress.

    Dari sisi penggunaan, juga gampang, Dashboard nya sudah sangat user friendly, sekarang sudah ada block editor yang bisa bikin macem-macem bentuk website. Juga ada aplikasi mobile, jadi untuk posting update juga mudah. Untuk aplikasi mobile ini saja sudah menutup 70% alasan saya untuk tidak membuat CMS sendiri

    Dari sisi optimasi, ada banyak plugin yang bisa diginakan, sebagian besar juga free. Saya sendiri menggunakan plugin untuk keperluan backup, storage, security, SEO, dan sejenisnya. Mungkin nanti saya share juga daftar plugin yang saya gunakan

    Dengan berbagai kemudahan itu, bahkan untuk saya yang memang kerjaanya sebagai web programmer juga merasa too much effort untuk bikin solusi CMS sendiri. Tentunya masih ada banyak cases dimana saya perlu untuk bikin sistem sendiri, tapi untuk sebagian besar cases yang sering saya temuin sudah cukup terhandle menggunakan WordPress.

  • Unsplash

    Ya karena sudah punya kamera dan suka foto-foto ngasal, saya merasa pengen untuk menyimpan dan share hasil foto secara online. Ada beberapa alternatif yang saya pertimbangankan.

    Ya karena sudah punya kamera dan suka foto-foto ngasal, saya merasa pengen untuk menyimpan dan share hasil foto secara online. Ada beberapa alternatif yang saya pertimbangankan.

    (lebih…)
  • Fujifilm X-A2

    Sebenarnya sudah lama suka aja foto-foto, terutama untuk keperluan dokumentasi kegiatan bareng keluarga, rasanya seneng aja gitu scrolling di Google Photos ngeliat kegiatan saya, istri dan anak-anak dari masa ke masa. Belakangan rasanya lebih meningkat intensitas jepret-jepret ini, saya sampai hidupin akun Instagram lagi, saya juga punya halaman khusus /photos di blog ini. Oleh karena…

    Sebenarnya sudah lama suka aja foto-foto, terutama untuk keperluan dokumentasi kegiatan bareng keluarga, rasanya seneng aja gitu scrolling di Google Photos ngeliat kegiatan saya, istri dan anak-anak dari masa ke masa. Belakangan rasanya lebih meningkat intensitas jepret-jepret ini, saya sampai hidupin akun Instagram lagi, saya juga punya halaman khusus /photos di blog ini.

    Oleh karena itu saya iseng untuk nyari-nyari kamera, dan ya kamera kalau untuk keperluan hobi doang itu agak over sih, apalagi dengan kamera handphone yang bisa dibilang sudah lumayan, jadi saya mentargetkan used camera saja, yang secara harga bisa reasonable tapi sudah cukup upgrade dari kamera di handphone jadul saya.

    Kriteria pencarian juga gak ribet-ribet amat, karena memang tidak begitu mengerti 😀 yang pasti mesti mirrorless, supaya gak terlalu besar secara fisik dan tetep bisa ganti lensa, fisik oke, gak jamuran, gak vignete udah gitu aja. Dari hasil survey beberapa hari akhirnya dapet lah ini, Fujifilm X-A2, iya, bisa dibilang ini kamera tua, karena pertama keluar tahun 2016 artinya sudah 8 tahun! tapi saya pikir sudah cukup untuk kamera pertama, baru belajar dan masih sekedar hobi-hobi anget.

    Saya gak bisa bisa bicara banyak terkait kameranya sendiri, karena selain saya tidak begitu mengerti, kameranya sendiri sudah 8 tahun juga, sudah banyak pembaruan yang terjadi kalau dibandingkan kamera yang latest, jadi gak relevan juga, yang pasti kamera ini masih menggunakan sensor Bayern, dan merupakan kamera terakhir yang menggunakan sensor ini karena setelah itu Fuji beralih ke sensor teknologi baru, X-Trans yang terus dikembangkan hingga saat ini. Jadi ya balik lagi, tua :D.

    Agak kuatir juga, selain kuatir kameranya sendiri bermasalah karena used camera, atau kualitas sudah menurun, atau ternyata hasilnya kurang lebih dibanding handphone saya, dan yang paling penting: kuatir saya nya males bawa-bawa kamera 😀 tapi setelah datang, kalau dari kameranya sendiri sepertinya baik-baik saja, jadi paling tidak gak ada masalah dari kameranya.

    Berikutnya, kualitas foto, apakah upgrade dari smartphone saya? saya bisa bilang ya fotonya lebih baik, dan saya suka banget, gak bisa dibilang meningkat banget, tapi ya kerasa bedanya, padahal tadinya saya fine-fine saja sama kamera smartphone saya. Tapi memang balik lagi, tidak bisa bicara banyak karena ya ini kamera satu-satunya dan pertama jadi gak ada pembanding.

    hasil foto lainnya bisa dilihat di kunjungan terakhir ke Jungle water world.


    It bring excitment, saya jadi teringat waktu baru punya PC masa kecil dulu, masih baru-baru belajar programming, masih trial dan error, ngulik settingan, beradaptasi dengan hardware dan softwarenya, membiasakan dengan keterbatasan. ya, it bring back those feelings.

    Seperti PC, ketika sudah jepret ada banyak faktor yang mempengaruhi hasil foto, bisa jadi settinganya saya yang gak optimal, atau hardware kamera nya sendiri, atau lensa nya, atau komposisi dan skill foto nya yang gak oke, ya, trial dan error.

    Terus yang paling penting, balik ke khawatiran saya diatas tadi, setelah semuanya, apakah ini cuma hobi yang anget-anget doang, dan ntar cepet bosan dan males? karena jujur saja, perlu effort untuk bawa kamera dibanding bawa smartphone 🙂

  • Halo, 2024

    Setelah semingguan sibuk ngurusin migrasi data, akhirnya sempat untuk melanjutkan tren tahunan di blog ini, annual review dan goal di tahun ini. Seri post seperti ini sudah berjalan dari tahun ke tahun: Tapi sebelum menuju 2024, balik ke 2023 dulu. 2023 Kalau ditanya apakah tahun 2023 saya sukses? maka jawabannya, ya, berjalan sesuai rencana, yang…

    Setelah semingguan sibuk ngurusin migrasi data, akhirnya sempat untuk melanjutkan tren tahunan di blog ini, annual review dan goal di tahun ini. Seri post seperti ini sudah berjalan dari tahun ke tahun:

    Tapi sebelum menuju 2024, balik ke 2023 dulu.

    2023

    Kalau ditanya apakah tahun 2023 saya sukses? maka jawabannya, ya, berjalan sesuai rencana, yang mana rencananya adalah hidup slow, no expectation, no pressure. Saya ingin menjalani hidup kalem saja. Bukan tanpa alasan, ini karena sebelumnya agak jungkir balik.

    Tahun 2020-2021 itu agak complicated, dan tahun 2022 sedang beradaptasi bukan cuma dengan kantor baru, tapi beneran gaya hidup baru yang tadinya freelancing jadi 9-5 staff, banyak banget yang berbeda, jadi di 2023 ini pengennya lepas aja tanpa pressure dan ekspektasi mesti gimana-gimana.

    Jadi selain rutinitas kerja, termasuk 2 projek yang sudah berjalan sejak beberapa tahun terakhir, saya gak lagi fokus mikirin, iseng, dan kerja sama bikin produk atau sejenisnya, bahkan sama sekali gak follow up trend atau apapun yang lagi ramai di kalangan temen-temen kreatif lagi bikin ini itu. Beneran “bodo amat”.

    Tahun ini saya juga punya kesempatan untuk mengajak keluarga pergi ke Malang selama 10 hari. Kerasa banget perbedaan dibanding series jalan-jalan sebelumnya, dimana sekarang jadi agak susah karena mesti nunggu anak libur sekolah, yang ternyata gak panjang-panjang amat liburnya, dan kalau anak libur, maka kemana-mana jadi rame dan juga kena harga peak season untuk segalanya (penginapan, tempat wisata, pesawat), jadi ya kena charge lebih. Sudah gitu saya juga mesti nyari cuti dan gak boleh diambil dalam sekali waktu juga, jadi terbatas waktunya. Semua agenda perjalanan dipepetin pokoknya biar semua tujuan tercapai, Alhamdulillah, bisa bertemu dengan keluarga yang belum sempat ketemu sebelumnya, ketemu senior saya, dan masih sempat pergi keliling jatim park 🙂

    Belakangan saya juga mulai suka foto, dari dulu sebenarnya, tapi sekarang jadi lebih tertarik, bahkan sekarang blog ini punya halaman khusus /photos sendiri. Masih jauh dari kata “photographer”, bahkan kamera juga masih pakai smartphone doang, tapi ya seneng aja.

    Saya juga mulai aware sama kesehatan badan, mulai mengurangi konsumsi gula, sudah berhenti kopi instan, yang mana dulunya bisa tiap hari, diganti dengan kopi bubuk + susu gak tau itu lebih baik atau sama aja :). Terus juga mulai workout dan joging, walaupun cuma 2 bulan ngegym 😀 sekarang beli dumbells sendiri niatnya biar bisa lebih leluasa di rumah.

    2024

    So 2024 goalnya apa?

    Jujurnya, slow life style 2023 itu walaupun menenangkan tapi juga agak bikin kuatir, takut terlena dan jadi keterusan, karena as programmer, perlu banget untuk tetap improve dan sharp.

    Selain itu juga, pengalaman yang sudah-sudah sih saya gak pernah lebih dari 3 tahun dalam 1 perusahaan yang sama, dan berhubung 2024 ini adalah tahun ke 3 saya, saya kuatir tahun depannya saya akan mulai bosan atau kantor yang bosan sama saya 🙂 so mesti aware dan siap-siap sih.

    Juga belakangan saya ketemu artikel ini https://www.robinsloan.com/notes/home-cooked-app/ intinya si author bikin aplikasi untuk kebutuhan sendiri dan keluarga, just it, gak ada fitur berlebih atau gimana-gimana, bener-bener memasang diri sendiri dan keluarga sebagai target market. Artikel ini menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama, i should just write any apps, sama seperti orang yang memasak masakan sendiri di rumah setelah makan di luar, atau tukang bangunan yang modif rumahnya sesuai keebutuhan, saya pun harusnya bisa melakukan hal yang sama dalam bentuk aplikasi, kalau ada keresahan atau kebutuhan akan suatu hal yang bisa diselesaikan secara digital, saya akan berusaha bikin sendiri apps nya, bahkan kalau sudah ada apps nya bisa jadi tetap dicoba bikin sendiri karena pastinya secara fitur akan lebih sesuai dengan kebutuhan saya pribadi, dan semua itu dilakukan tanpa harus memikirkan monetasi, pure self interest.

    Mungkin itu bisa membantu saya tetep improve dan sharp dan siap kalau nanti tahun depan sudah stuck dan bosan ditempat kerja yang sekarang.

    Selain itu saya juga ingin lebih konsisten dan disiplin untuk workout, paling tidak bisa menjaga badan tetap fit, syukur-syukur bisa bentuk body 😉 dan juga mengeksplore hobi dan skill baru diluar dunia tech.

    Adapun target lain, saya prefer disimpan sendiri 😉

  • Zoho Mail

    Masih seputar migrasi dari Google Workspace, kalau storage sudah fix lah pakai kerabatnya sendiri, Google One, berikutnya 1 fitur yang jadi alasan utama saya menggunakan Google Workspace, email dengan domain pribadi. So, sudah jelas yang paling pertama mencari alternatif yang ada dulu. FastMail & ProtonMail saya bisa bilang adalah pilihan paling nyata. Sudah terkenal dikalangan profesional…

    Masih seputar migrasi dari Google Workspace, kalau storage sudah fix lah pakai kerabatnya sendiri, Google One, berikutnya 1 fitur yang jadi alasan utama saya menggunakan Google Workspace, email dengan domain pribadi. So, sudah jelas yang paling pertama mencari alternatif yang ada dulu.

    FastMail & ProtonMail saya bisa bilang adalah pilihan paling nyata. Sudah terkenal dikalangan profesional terutama yang peduli banget sama perlindungan data pribadi. Setelah membaca review dan melihat apa yang mereka tawarkan, let’s just say ya bener pilihan bagus, just saya bukan target market nya sepertinya, so saya skip saja untuk kali ini.

    iCloud Mail dari Apple tentunya, mereka punya iCloud+ dan bisa dibilang ini macam Google One untuk Android tapi versi Apple nya. Saya kaget karena harganya murah, Rp. 15k doang! dibawah harga Google One, tapi memang storage nya cuma separo (50GB), tapi sudah include dengan custom domain untuk email!

    Saya pun sudah subscribe untuk iCloud+ ini, tapi setelah subscribe saya langsung menyesal dan gak dipakai karena ternyata custom domain cuma bisa dipakai di aplikasi Mail bawaan Apple (di Mac atau iPhone) atau juga di versi web nya saja. Berhubung device Apple saya hanya Macbook, jadi ya susah buat operasional harian. Kalau menggunakan non Apple device, maka cuma bisa menerima email dari custom domain, tapi gak bisa buat ngirim email karena kalau dipakai ngirim email akan balik ke email dari icloud.com. Sayang banget, tapi ya itu mungkin trik dari Apple karena harganya sudah kelewat murah, jadi di lock di device mereka saja.

    Alternatif lain juga banyak sebenarnya, termasuk provider lokal. Rasanya setiap hosting provider pasti punya layanan email server juga. Tapi email server itu tricky banget, bukan cuma dari sisi teknikal, tapi juga dari sisi reputasi, karena gak jarang email dari provider gak jelas bisa masuk ke spam si penerima, dan parahnya kita gak tau masuk spam apa tidak, cuma bisa ngirim email dan gak dibales-bales ternyata penerima gak liat karena email sudah masuk spam duluan. Gmail tu yang paling sering.

    Makanya nyari email provider juga yang agak punya nama lah. Saat ini saya menjatuhkan pilihan ke Zoho Mail, ya setau saya Zoho kan bigbrand ya, masa iya kena spam juga.

    Zoho Mail

    Zoho Mail ini bisa dibilang murah sih, Rp. 15k per bulan tapi bayarnya mesti pertahun. Ada paket free nya, dengan beberapa batasan, paling kerasa sih gak dikasi akses IMAP, jadi cuma bisa baca email dari aplikasi Zoho Mail nya, mirip sama iCloud+, bedanya aplikasi Zoho ada di Android dan iOS jadi bisa untuk semua user.

    Saya masih tahap percobaan, mungkin sebulan ini, untuk melihat gimana efeknya, apakah baik-baik saja, bakal kena spam atau gimana, dan akan upgrade ke paid plan lah ini supaya bisa dapet akses dan bisa dipakai di Thunderbird desktop. Saya juga gak tau apakah mereka membedakan server email untuk free user dan paid plan, karena mestinya iya, dan kalau bener maka ya balik lagi bisa jadi free user dapat prioritas rendah dan mungkin kena spam?

    Kalau ini lancar, berarti perbulan saya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 25k (Google one) + Rp. 15k (Zoho Mail) = Rp. 40K untuk dapat email pribadi + 100GB storage, jauh lebih murah dibanding pake Google Workspace sebelumnya Rp. 96k yang dapat 30GB storage dan gak cukup dan mengharuskan saya upgrade ke paket yang super besar Rp. 190k untuk 2TB storage.

    Jadi ada uang lebih untuk borong domain buat sideproject yang gak kelar-kelar