Kelanjutan dari postingan sebelumnya, saya punya sedikit masalah dengan Google Workspace, dan saya ketemu Google punya produk Google One yang mana lebih masuk akal?
(lebih…)Kelanjutan dari postingan sebelumnya, saya punya sedikit masalah dengan Google Workspace, dan saya ketemu Google punya produk Google One yang mana lebih masuk akal?
Kelanjutan dari postingan sebelumnya, saya punya sedikit masalah dengan Google Workspace, dan saya ketemu Google punya produk Google One yang mana lebih masuk akal?
(lebih…)Padahal baru saja saya letakkan dalam tech setup 2023, tapi saya akan beralih keluar dari Google Workspace setelah subscribe sejak tahun 2016! Saya menggunakan Google Workspace (sebelumnya GSuite) tadinya untuk supaya punya email dengan domain sendiri (tentu saja domain yogasukma.web.id ini), tentu saja ada banyak email provider lain, biasanya setiap hosting provider juga menyediakan email…
Padahal baru saja saya letakkan dalam tech setup 2023, tapi saya akan beralih keluar dari Google Workspace setelah subscribe sejak tahun 2016!
Saya menggunakan Google Workspace (sebelumnya GSuite) tadinya untuk supaya punya email dengan domain sendiri (tentu saja domain yogasukma.web.id ini), tentu saja ada banyak email provider lain, biasanya setiap hosting provider juga menyediakan email server service, tapi masalahnya biasanya kena blacklist, atau masuk ke area Spam kalau digunakan untuk mengirim email, jadi cara paling valid untuk bypass filter dari email provider terutama Gmail, ya dengan pakai Gmail itu sendiri, oleh karena itu saya gunakan Google Workspace ini.
Selain untuk keperluan email, belakangan saya merasa kehidupan digital saya berputar disekitar ekosistem Google. Handphone menggunakan Android, Login with Google juga adopsinya cukup luas, Google Photos juga cukup membantu banget! (saya punya library foto sejak tahun 2013!), jadi saya menggunakan akun Google Workspace ini untuk semua kebutuhan yang memiliki koneksi ke Google.
Tapi akhir tahun 2023 ini ada beberapa hal yang cukup menggangu saya, sehingga saya akhirnya akan mengakhiri layanan ini.
Pertama, jelas sekali masalah biaya. Pada tahun 2016, subscription saya adalah sebesar Rp. 35k per bulan, lalu tiap tahun mengalami kenaikan, dan terakhir november 2023 kemarin saya membayar sebesar Rp. 96k per bulan, kalau diingat-ingat, tiap tahun saya mengalami kenaikan harga sebesar Rp. 10k, masalahnya tidak ada perubahan ataupun penambahan fitur untuk pengguna, paket yang saya gunakan di akhir 2023 ya sama seperti paket saya di tahun 2016.
Kedua, seperti saya bilang sebelumnya, tidak ada penambahan fitur sejak 2016 sampai 2023, termasuk storage size, saya dapat free 30 GB dalam paket saya, tidak ada penambahan. Nah, belakangan ini saya mulai suka foto-foto, dan size 30 GB ini akhirnya penuh, so saya ingin menambah storage size, tapi ternyata Google Workspace tidak menyediakan paket untuk menambah storage.
Satu-satunya cara saya menambah storage adalah beralih ke paket Google Workspace yang lebih tinggi, dengan biaya Rp. 196k per bulan, dan saya akan mendapatkan storage sebesar 2 TB!
Sebenarnya itu harga normal, masalahnya saya gak (belum) perlu storage sebesar 2 TB, dan tentu saja Rp. 196k per bulan terlalu banyak untuk kebutuhan saya.
Di sisi lain, ada Google One, yang bisa subscribe per 100GB storage! dan cukup murah, Rp. 23k per bulan untuk 100GB adalah cukup, dan kalau kurang ya tinggal upgrade ke plan berikutnya, 200GB dan harganya juga normal.
Masalahnya cuma dibagian email yang bisa menggunakan custom domain, tapi di range Rp 96k ada banyak alternatifnya.
Jadi ya disayangkan, setelah subscribe selama 8 tahun sepertinya saya akan mengakhiri kontrak ini, Padahal seandainya bisa upgrade storage dengan jumlah lebih masuk akal maka itu sudah cukup.
Saya selalu pengen untuk merekap software dan hardware yang saya gunakan tiap akhir tahun, tapi saya terlalu malas untuk menulisnya :). Setelah membaca beberapa blog lain yang juga melakukan rekapan seperti ini tiap tahun, saya jadi bersemangat untuk merealisasikannya kali ini. Berikut adalah tech yang saya gunakan selama tahun 2023. Hardware MacBook M1 ProMain driver…
Saya selalu pengen untuk merekap software dan hardware yang saya gunakan tiap akhir tahun, tapi saya terlalu malas untuk menulisnya :). Setelah membaca beberapa blog lain yang juga melakukan rekapan seperti ini tiap tahun, saya jadi bersemangat untuk merealisasikannya kali ini.
Berikut adalah tech yang saya gunakan selama tahun 2023.
MacBook M1 Pro
Main driver saya sejak 1 tahun lalu, laptop ini adalah inventaris kantor sih, dan berhubung MacBook terakhir saya adalah MacBook 2010, M1 pro merupakan lompatan besar. Saya paling suka dengan baterainya yang bisa tahan hampir seharian 8 jam kerja, jadi kalau kerja keluar rumah gak perlu bawa charger. Terus juga beneran silent, macam tidak ada suara kipas, ya kecuali pas running yarn compilation atau huddle di Slack, baru deh kerasa.
Custom PC
Sebelumnya saya pernah post untuk merakit PC ini dimana saya built karena MacBook 2010 saya akhirnya pensiun setelah 10 tahun. Menggunakan processor Intel i5-11500 (latest gen waktu build), 16 GB DDR4 RAM, plus SSD bekas MacBook. Secara komputasi saya merasa tidak banyak berbeda dibanding M1 Pro. Untuk OS saya menggunakan Ubuntu sejak 2 bulan terakhir, sebelumnya menggunakan Linux mint hampir setahun.
Xiaomi Mipad 5
Tablet yang saya beli sebagai tandem PC, karena ya gak mungkin bawa PC kemana-mana, jadi perlu mobile device yg oke untuk ketika keluar rumah, nah si tablet android ini cukup lah, dikasi keyboard (Dari PC) sudah cukup membantu. Dipake buat Zoom call juga karena webcam gak ada yg bagus (sebelum dapet MacBook).
Redmi Note 9
Aslinya handphone punya adik yang sudah rusak berkali-kali, dan akhirnya dia beli baru dan gak dipakai, jadi saya gunakan karena untuk handphone saya tidak merasa perlu yang gimana-gimana, yang penting bisa Whatsapp dan Slack maka sudah cukup, battery oke dan kamera lumayan jadi bonus yang saya gak menolak.
Secara default, aplikasi yang pasti terinstall untuk saya ya Google chrome defacto web browser, Visual Studio Code untuk editor dan Slack untuk komunikasi kantor.
Selain itu, ada aplikasi lain yang selalu saya pakai belakangan ini,
Multipass
Karena bekerja di software management server, maka normal buat saya untuk punya banyak VM, sebelumnya saya menggunakan Vagrant, tapi tahun ini diganti dengan Multipass, lebih mudah saja rasanya.
Tailscale
Ini aplikasi yang saya gunakan untuk bikin private network, yang memudahkan saya mengakses PC dan VM dari Multipass ketika menggunakan MacBook walaupun dalam keadaan saya tidak dirumah. Saya juga menggunakan untuk mengakses VPS saya secara private, semua dalam 1 jaringan private.
Bitwarden
Akhir tahun ini akan berakhir subscription 1password saya, dan setelah 3 tahun, saya sepertinya akan beralih ke bitwarden, tentu saja alasan utama nya adalah dari sisi cost, gak banyak tapi saya alihkan untuk bayar server VPS untuk blog ini :). Selama 3 bulan terakhir saya mencoba bitwarden dan saya gak punya masalah, jadi bakal stay dan mengakhiri layanan 1password.
Authy
Sebelumnya saya menggunakan fitur OTP dari 1password, tapi karena beralih ke Bitwarden, maka saya juga mengganti tools OTP saya. Bitwarden sebenarnya punya fitur OTP ini, tapi saya menyadari perlu tools terpisah dari password manager, karena pada akhirnya saya perlu mengaktifkan 2FA untuk Bitwarden itu sendiri, kan lucu nantinya kalau saya gak bisa login ke Bitwarden karena saya gak bisa ambil OTP yang ada didalam Bitwarden itu sendiri.
Feedly
Sebenarnya aplikasi yang sudah saya pakai sejak lama, tapi worth to mention here. Saya menggunakan Feedly untuk ya follow up berbagai blog dan website berita, saya lebih suka follow up berita seperti ini dibanding menggunakan media sosial, dan juga ada banyak orang yang aktif menulis blog dan honestly, lebih menarik (ya karena nulis blog lebih effort dibanding cuitan).
Notion
Saya punya love hate relationship dengan Notion ini, kadang saya gak suka banget karena ada beberapa hal yg ganggu, seperti performa di HP Android kacau banget, atau di Desktop, ini gak bisa matiin spellchecker (jadi semuanya jadi underline merah), tapi begitu nyari alternatif dan nyobain beberapa tools lain, akhirnya balik ke Notion karena ya all in one app, semua-semua bisa di satu tempat saja, jadi lebih mudah. Saya mencoba untuk fokus dan lebih membiasakan diri dengan Notion.
Untuk bagian ini saya pengen banget buat list dari kemarin-kemarin, sekalian audit apa aja yang saya bayar, karena jujurnya saya juga miss and hit ini.
Google Workspace
Berlangganan sejak 2016, saya menggunakan Google Worspaces tadinya untuk supaya punya email dengan domain sendiri, tapi belakanganan saya menggunakan untuk segala kebutuhan digital saya, untuk keperluan single sign on, konek ke handphone Android, backup foto saya di google photos. Walaupun belakangan saya punya masalah dengan Google Workspace ini dan sedang mencari alternatif untuk diganti.
AWS cloud
Selama 3 bulan terakhir saya memindahkan semua kebtutuhan server saya yang tadinya tersebar di berbagai macam VPS provider, termasuk Google Cloud, Vultr, idCloudhost dan lainnya pindah ke AWS. VPS server (EC2), mail service, DNS management, S3 storage tentunya. Saya merasa Google Cloud bit complicated, but that’s story for another day.
YouTube Premium
Jujurnya saya gak kepikiran untuk bayar buat nonton YouTube, tapi karena ada trial jadi saya coba dan ya, hooked, jadi malah makin sering nonton YouTube. Berbeda dengan nonton series dari streaming site, YouTube somehow lebih menarik, saya pikir karena durasi nya yang singkat dan ada banyak opsi dari para YouTuber (yang ternyata banyak yang menarik!) membuat lebih nyaman untuk selingan. Oh, tentu saja juga termasuk YouTube Music yang include di plan nya.
Vidio.com
Nonton premiere league, apa lagi 🙂
Setelah dilist begini, ternyata gak begitu banyak ya sebenarnya. Mungkin saya aja yang kelupaan 1-2 hal, tapi ini adalah daftar yang paling saya gunakan dan interaksi tiap harinya.
Barusan mempelajari tentang AcitivityPub dan mencoba menginstall plugin ActivityPub untuk WordPress, dan surprisingly, sistemnya bekerja dengan baik dan mudah. Cukup instal dan setting nama untuk ditampilkan di Fediverse, dan ya, sekarang kamu bisa cari blog ini di Mastodon ataupun aplikasi yang mendukung ActivityPub dan Fediverse dengan nama @[email protected]. Kalau nanti Threads juga support ActivityPub, maka…
Barusan mempelajari tentang AcitivityPub dan mencoba menginstall plugin ActivityPub untuk WordPress, dan surprisingly, sistemnya bekerja dengan baik dan mudah. Cukup instal dan setting nama untuk ditampilkan di Fediverse, dan ya, sekarang kamu bisa cari blog ini di Mastodon ataupun aplikasi yang mendukung ActivityPub dan Fediverse dengan nama @[email protected]
.
Kalau nanti Threads juga support ActivityPub, maka blog ini juga bisa di-follow di Threads.
Melihat kemudahan ini, saya merasa akan lebih jauh mempelajari terkait ActivityPub ini karena sistem terbuka dan terdistribusi ini beneran nyaman untuk user karena tidak tergantung pada suatu platform, apalagi untuk programmer, bisa bikin server Fediverse sendiri dan tetap bisa bergabung dengan obrolan secara global.
Akhirnya berhasil juga menyelesaikan series Bodies, sebenarnya dari beberapa hari lalu, dan memang mau nulis review, tapi gak sempet dan saya malah jadi kepikiran series ini punya lubang plot yang besar banget! masih tetep salah satu series time travel yang menarik, tapi endingnya.. — ini adalah batas spoiler, kalau kamu gak suka spoiler, stop disini…
Akhirnya berhasil juga menyelesaikan series Bodies, sebenarnya dari beberapa hari lalu, dan memang mau nulis review, tapi gak sempet dan saya malah jadi kepikiran series ini punya lubang plot yang besar banget! masih tetep salah satu series time travel yang menarik, tapi endingnya..
— ini adalah batas spoiler, kalau kamu gak suka spoiler, stop disini aja 🙂 —
Dari awal Bodies ini premisnya menarik, 3 4detektif berbeda dari masa yang berbeda, berhadapan dengan kasus yang sama yang sepanjang perjalanan kita dikasi cerita tentang bagaimana merka semua terhubung. Semuanya menarik, tapi masalah utama setiap cerita time travel selain proses koneksi antar masa, yang paling krusial dan ribet adalah bagaimana cerita berakhir.
Ceritanya punya ending yang menarik dimana detektif dari masa depan (2050) kembali ke masa lalu untuk memperingatkan detektif pertama (1890), lalu detektif pertama memberikan nasihat kepada si Antagonist (agak maksa sih bagian ini), lalu si Antagonist menyesal dan memberikan solusi kepada detektif kedua (1940) yang harus diberikan kepada detektif ketiga (2023).
Agak sedikit memaksa, tapi cara yang unik untuk mengakhiri cerita dengan membuat semua cerita bersinambungan. Ceritanya akan berakhir menarik JIKA hanya seperti ini. Masalahnya tidak demikian.
Jadi detektif kedua, sebenarnya sudah sesuai dengan memberikan pesan kepada detektif ketiga, tapi detektif ketiga pada timeline tersebut gak tau tentang ini, jadi detektif ketiga yang ada di tahun 2050 melakukan time travel ke 2023, mengambil kiriman detektif kedua, lalu pergi ke TKP untuk menyampaikan pesan tersebut ke detektif ketiga.
Jadi detektif ketiga dari 2050 ketemua dengan detektif ketiga dari 2023!
Ini masalah banget, biasanya kalau film time travel, itu tiap orang gak bisa ketemu sama dia sendiri dari masa yang berbeda, dan itu masuk akal, karena kalau yang dari masa depan ketemu sama yang di masa lalu, berarti memory orang dari masa depan akan berubah karena tadinya dia gak mengalami kejadian pertemuan itu, lalu sekarang jadi ketemu! (asli susah jelasin dalam format teks gini 😀 ).
Masalah kedua, waktu pesannya disampaikan, dan antagonist berubah pikiran, mendadak mereka menghilang, karena ya kalau mereka batalin aksinya, maka seluruh alur berubah, jadi dia menghilang. Ini adalah plothole lagi, karena si antagonist yang masih remaja ini menghilang padahal lagi dipeluk ibunya, kalau si antagonist menghilang, berarti ini perut ibunya yang tadinya pernah lahiran, jadi balik ‘virgin’ lagi?
Masalah ketiga, kalau si detektif ketiga dari masa depan bisa balik ke 2023 di waktu kejadian, kenapa gak dari awal aja balik! gak usah nunggu seluruh alur cerita ribet, tinggal balik ke 2023, tangkap si antagonist bahkan sebelum punya ide jahat, selesai ceritanya dong!
Jadi ya gitu, terlalu banyak masalah inti disini, padahal secara keseluruhan menarik, hanya di momen akhir ini jadi kacau.
Ini sama seperti Avengers Endgame bagian 2, kacau timeline nya, tapi karena memang cerita utamanya adalah superhero, bukan tentang alur timetravel nya, maka bisa dilewatin.
Serial atau film timetravel memang ada banyak, tapi memang gak banyak yang beneran punya narasi yang solid, karena memang susah banget. Penulis harus bisa menjelaskan bagaimana perjalanan waktu dilakukan, dan juga bagaimana mengakhiri ceritanya. Sampai sekarang, favorit saya tetep Dark dari Netflix. 12 Monkeys juga, tapi saya baru inget saya bahkan belum nonton season terakhirnya, jadi setelah ini lah.