• adukan.id : Laporkan konten negatif di dunia maya dengan lebih mudah

    Beberapa waktu lalu saya merilis sebuah website bernama adukan.id, website yang akan membantu masyarakat untuk melaporkan segala macam bentuk konten negatif yang ada di dunia maya. Tadinya adukan.id saya buat karena ingin melaporkan penipuan via SMS yang begitu marak, beberapa memiliki website yang membuat beberapa orang mungkin mempercayainya. Pada pengembangannya, saya berpikir untuk tidak sampai…

    selanjutnya

    Beberapa waktu lalu saya merilis sebuah website bernama adukan.id, website yang akan membantu masyarakat untuk melaporkan segala macam bentuk konten negatif yang ada di dunia maya. Tadinya adukan.id saya buat karena ingin melaporkan penipuan via SMS yang begitu marak, beberapa memiliki website yang membuat beberapa orang mungkin mempercayainya. Pada pengembangannya, saya berpikir untuk tidak sampai disitu, tapi juga bisa menjadi tempat aduan “konten negatif” lainnya seperti Hoax, Pornografi dan berbagai macam postingan / foto / website / blog yang mungkin merugikan atau bahkan membahayakan orang lain.

    Prosedur pelaporan konten negatif seperti ini sebenarnnya sudah ada, hanya saja agak ribet dan membingungkan. Dengan googling sebentar, akan ada banyak blog yang memberikan cara untuk melaporkan hal tersebut, sebagian besar memberikan saran membuat laporan di Diskominfo, Trust+ Internet Postif, Cyber Crime POLRI, OJK, Operator Layanan Selular bahkan pihak Bank, Ribet!. Dengan adanya adukan.id, prosedur untuk membuat laporan menjadi jauh lebih mudah, karena ya kalau mau buat laporan saja susah, ribet dan bingung bisa jadi makin sedikit orang yang ingin melaporkan sebuah masalah.

    Adukan.id membantu prosedur pembuatan laporan menjadi lebih mudah, para pelapor cukup buka website adukan.id, isi form yang tersedia, kelar. Di belakang layar, by system adukan.id akan mengecek, memverifikasi dan memfilter laporan tersebut lalu mengirimkan laporan kepada pihak-pihak yang terkait secara sekaligus! misal untuk sebuah SMS penipuan, maka secara otomatis nomor yang digunakan penipu akan dikirimkan ke Operator Layanan Selular, URL / Website yang ada di SMS bisa di forward ke Internet Positif, dan kalau ada nomor rekening yang digunakan bisa dikirimkan ke pihak OJK dan Bank terkait, dan kalau memang level yang berbahaya, bisa di teruskan juga ke Cyber Crime Polri, semuanya dilakukan secara otomatis.

    Tentu saja ada banyak celah prosedur di sini, paling kerasa adalah menentukan sebuah “konten negatif”. Kalau untuk scammer / penipuan, semua pasti sepakat bahwa hal tersebut masuk ke “konten negatif” yang perlu ditindaklanjuti. Permasalahnya adalah pada “konten negatif” seperti hoax, ujaran kebencian, pornografi, dan “hal negatif” lainnya, untuk beberapa orang mungkin sebuah konten masuk kategori negatif, tapi untuk orang lain bisa saja hal yang biasa atau masih bisa dimaklumi. Ini adalah PR buat saya pribadi untuk menentukan sistem verifikasi ini, beberapa masukkan yang paling bisa dieksekusi adalah dengan sistem verifikasi secara crowdsourcing, alias masyarakat juga bisa membantu memberikan verifikasi dan pendapat apakah sebuah konten bersifat negatif atau tidak.

    Masalah lain adalah bagaimana memastikan sebuah laporan tersebut sudah diterima atau malah diproses oleh pihak terkait, karena gak sedikit yang menanyakan apa yang terjadi setelah laporan? apakah sudah gitu aja? apakah pasti sampai? apakah pasti diproses? sesungguhnya ini adalah diluar kemampuan adukan.id karena adukan.id hanya melaporkan saja, pihak-pihak terkaitlah yang punya kuasa untuk memproses. Walaupun begitu tetap saja ini menjadi konsen bagi saya maupun pengguna adukan.id

    Masih ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk adukan.id, tapi untuk saat ini fokus utamanya adalah bagaimana membuat laporan secara lebih mudah, untuk 2 masalah tadi sepertinya akan dihandle di versi berikutnya.

    So kalau kamu mendapatkan atau melihat sebuah konten negatif yang bisa merugikan atau membahayakan orang lain, jangan diam saja, adukan!

    buka adukan.id

  • Tentang low budget project

    Kalau kamu adalah freelancer atau punya teman seorang freelancer, kamu pasti sering liat joke, meme, atau bahkan beneran curhat terkait low budget project. Biasanya berisi obrolan antara si klien dan si freelancer yang mana si klien memberikan budget jasa pengerjaan suatu pekerjaan dengan sangat minim. Masalahnya adalah, apakah low budget project itu beneran kesalahan klien?…

    selanjutnya

    Kalau kamu adalah freelancer atau punya teman seorang freelancer, kamu pasti sering liat joke, meme, atau bahkan beneran curhat terkait low budget project. Biasanya berisi obrolan antara si klien dan si freelancer yang mana si klien memberikan budget jasa pengerjaan suatu pekerjaan dengan sangat minim.

    Masalahnya adalah, apakah low budget project itu beneran kesalahan klien? Sebelumnya, Low budget project adalah sebuah projek atau pekerjaan yang budget nya sangat minim (low) atau tidak sebanding dengan waktu, effort ataupun “modal” yang diperlukan untuk mengerjakan projek tersebut.

    (lebih…)

  • Mengevaluasi jam kerja menggunakan Rescue Time

    Bulan lalu saya telah menyampaikan hasil evaluasi menggunakan salah satu aplikasi favorit saya, Toggl (bisa dilihat di sini).  Bisa dibilang hasilnya sesuai target tapi gak sesuai tujuan 🙂 ada banyak waktu yang terasa seperti hilang begitu saja tanpa record. So, bulan februari kemarin saya selain tetap menggunakan Toggl, saya juga menggunakan Rescue Time, sebuah aplikasi…

    selanjutnya

    Bulan lalu saya telah menyampaikan hasil evaluasi menggunakan salah satu aplikasi favorit saya, Toggl (bisa dilihat di sini).  Bisa dibilang hasilnya sesuai target tapi gak sesuai tujuan 🙂 ada banyak waktu yang terasa seperti hilang begitu saja tanpa record. So, bulan februari kemarin saya selain tetap menggunakan Toggl, saya juga menggunakan Rescue Time, sebuah aplikasi time tracker yang bekerja secara otomatis, gak perlu diklik, Rescue Time akan mentrack semua kegiatan yang dilakukan di depan laptop maupun pada smartphone.

    Sebelum membahas Rescue Time, saya akan menyampaikan dulu hasil tracking menggunakan Toggl. Sebagai catatan, bulan sebelumnya (Januari) total work hours nya adalah 58 jam atau sekitar 2.5 jam kerja perharinya. Berikut adalah hasil record bulan Februari.

    Total jam kerja 61 jam lebih, atau dibulatkan menjadi 62 jam. Kalau dibagi dengan 20 hari kerja, maka rata-rata perharinya menjadi 3 jam sekian!. Jadi dibalik misi saya untuk mengurangi jam kerja, bulan kemarin malah bertambah 30 menit-an perharinya,  walaupun ya masih sesuai dengan misi yaitu gak lebih dari 4 jam.

    Pertanyaannya, itu beneran “cuma” 61 jam sebulan?

    Inilah saatnya Rescue Time beraksi. Berikut adalah total jam saya standby didepan laptop dan smartphone.

    Ba dum ts, ternyata saya menghabiskan waktu 145 jam di depan laptop, dan 112 jam memandangi layar smartphone!

    Hanya berdasarkan data ini, beberapa hal yang bisa disimpulkan:

    1. Saya menggunakan Toggl hanya di laptop, dan asumsi bahwa saya gak pernah lupa me-mati-hidup-kan timernya, berarti ada 84 jam(145 jam – 61 jam) yang terpakai didepan laptop bukan untuk kerjaan.
    2. 84 jam gak jelas itu bahkan lebih banyak daripada jumlah jam yang dipakai kerja (61 jam).
    3. Asumsi lain bahwa saya tidak menggunakan laptop dan ponsel ketika lagi quality time bareng keluarga, berarti ada 196 jam (84 jam + 112 jam) sebulan dimana saya ya gak kerja, ya gak juga ngumpul dengan keluarga, dan gak juga lagi tidur. Itu berarti sekitar 7 jam perhari! (196 jam / 28 hari)
    4. Sekarang ditotalin semuanya, berarti ada 257 jam (145 jam + 112 jam) sebulan yang terpakai diluar quality time bareng keluarga, atau sekitar 9 jam lebih dikit perharinya (257 jam / 28 hari). Hasil ini kurang lebih sama dan cenderung lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan teman-teman yang bekerja fulltime sebagai tenaga kerja kantoran (8 jam)!

    Sebagai programmer yang sudah biasa liat data, saya percaya bahwa data gak bohong, dan berdasarkan data-data dan hasil kalkulasi diatas, bisa disimpulkan saya gak produktif seperti yang saya bayangkan 🙁

    Tentu saja ini hasil yang mengecewakan karena salah satu alasan utama menjadi freelancer yang bisa bekerja secara remote dan jam kerja yang fleksibel adalah untuk bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama keluarga, atau mengerjakan apapun selain “kerja”. Namun ternyata hasil dari evaluasi ini berkata sebaliknya.

    Belum cukup sampai disitu, saya mencoba melihat lebih detail kemana sih jam-jam itu terpakai, ini salah satu keuntungan sistem auto tracking dari Rescue Time.

    Summary:

    So yeah, hanya 25% yang dipakai kerja, selebihnya dipakai buat entertainment, news dan social media. fiuh.

    Hmm, jadi ini adalah daftar 10 aplikasi dimana saya menghabiskan waktu paling banyak.

    1. 30% Entertainment ternyata dihabiskan untuk game (Top Eleven, SimCity, dll) dan juga iFlix.
    2. 11% News adalah reddit.com!
    3. 10% Social media tentu saja kombinasi instagram, facebook dan lainnya

    3 dari 5 aplikasi yang paling banyak menghabiskan waktu adalah Top Eleven, iFlix dan juga SimCity, ini berarti fix: saya kebanyakan main hape!

    Selain itu saya juga gak sadar ternyata aksi “cuma ngintip bentar doang” di Reddit dan Facebook memakan waktu yang lumayan juga.

    Berikut rincian berdasarkan perangkat yang digunakan: (sayangnya saya gak ketemu gimana cara melihat keseluruhan list selain top 10)

    Jadi begitulah hasil evaluasi saya, ternyata saya gak se-produktif yang saya kira. Untungnya dengan data ini, saya jadi tahu apa saja yang membuat saya gak produktif, menghabiskan banyak waktu, sehingga punya landasan untuk memperbaiki diri.

    Data ini juga memberikan informasi bahwa goal saya tahun ini untuk mengurangi jam kerja sesungguhnya salah arah, bukan jam kerja yang menghalangi saya untuk melakukan hal lain diluar kerjaan, tapi efektifitas menggunakan waktu, terutama waktu kerja.

    Kamu gimana? sudah mulai menghitung jam yang kamu habiskan tiap harinya?

    Download Rescue Time

  • Review Buku: Stop Thinking Like a Freelancer

    Review Buku: Stop Thinking Like a Freelancer

    Ini adalah review dari buku berjudul “Stop Thinking Like A freelancer” yang ditulis oleh Liam Veitch. Si Om Veitch ini adalah seorang freelance web designer yang tadinya bekerja secara freelance, kemudian jadi karyawan fulltime, kemudian balik jadi freelancer lagi. Berdasarkan pengalaman tersebut, menurut Veitch, kebanyakan freelancer hanya memandang pekerjaannya sebagai “hobi” yang dibayar, bukan sebagai…

    selanjutnya

    Ini adalah review dari buku berjudul “Stop Thinking Like A freelancer” yang ditulis oleh Liam Veitch. Si Om Veitch ini adalah seorang freelance web designer yang tadinya bekerja secara freelance, kemudian jadi karyawan fulltime, kemudian balik jadi freelancer lagi. Berdasarkan pengalaman tersebut, menurut Veitch, kebanyakan freelancer hanya memandang pekerjaannya sebagai “hobi” yang dibayar, bukan sebagai bisnis yang berjalan layaknya sebuah perusahaan. Oleh karena itu, freelancer mesti berevolusi, menaikkan level, agar tidak menghadapi masalah yang sudah sering dihadapi freelancer lainnya.

    Di dalam Buku ini Veitch menjelaskan 5 fase evolusi seorang freelancer untuk menjadi “freelancer yang lebih baik”. Saya merangkum 5 fase tersebut sebagai berikut:

    (lebih…)
  • Membuat plugin wordpress untuk mengirim notifikasi komentar

    Saya baru sadar bahwa ternyata WordPress tidak mengirimkan notifikasi ketika seseorang membalas komentar pada suatu artikel. Admin websitenya sih dapat email notifikasi bahwa ada komentar baru masuk, tapi si pemberi komentar sebelumnya bakal tidak tau kalau ada yang memberikan balasan atau respons pada komentarnya, walaupun yang memberikan balasan adalah si admin website. Jadi saya buat plugin sederhana…

    selanjutnya

    Saya baru sadar bahwa ternyata WordPress tidak mengirimkan notifikasi ketika seseorang membalas komentar pada suatu artikel. Admin websitenya sih dapat email notifikasi bahwa ada komentar baru masuk, tapi si pemberi komentar sebelumnya bakal tidak tau kalau ada yang memberikan balasan atau respons pada komentarnya, walaupun yang memberikan balasan adalah si admin website.

    Jadi saya buat plugin sederhana yang punya tugas sangat sederhana,  mengecek kalau ada komentar baru masuk yang berupa balasan pada sebuah komentar, maka akan dikirim email notifikasi ke pemilik komentar sebelumnya.

    (lebih…)

  • Sibuk atau sok sibuk?

    Salah satu resolusi saya tahun ini adalah bekerja gak lebih dari 20 jam seminggu. Ide nya, dengan membatasi jam kerja tersebut, saya akan lebih fokus dan mengerjakan apa-apa yang memang worth buat dikerjakan. Idealnya, 20 seminggu itu bisa di capai dengan kerja maksimal 4 jam selama 5 hari, umumnya bakal bekerja senin sampai jum’at dengan…

    selanjutnya

    Salah satu resolusi saya tahun ini adalah bekerja gak lebih dari 20 jam seminggu. Ide nya, dengan membatasi jam kerja tersebut, saya akan lebih fokus dan mengerjakan apa-apa yang memang worth buat dikerjakan. Idealnya, 20 seminggu itu bisa di capai dengan kerja maksimal 4 jam selama 5 hari, umumnya bakal bekerja senin sampai jum’at dengan masing-masing selama 4 jam, dan libur di hari sabtu dan minggu. Nah, kali ini saya ingin me-review pencapaian saya tersebut dibulan Januari kemarin.

    Berdasarkan hasil time tracking menggunakan toggl, selama bulan Januari kemarin saya “bekerja” selama total 57 jam dan 11 menit. Kalau dibulatkan jadi 58 jam, lalu di bagi dengan 23 hari kerja selama bulan januari, maka rata-rata perhari saya bekerja selama 2.5 jam!. So secara goal, ini sudah tercapai nih, setidaknya untuk bulan januari. Berdasarkan data tersebut, ada kesimpulan yang saya pikir jadi catatan buat saya.

    Jam kerja saya sungguh sangat tidak beraturan 🙂

    Terlihat bahwa ada kalanya saya bekerja di sabtu minggu, bahkan di 12 hari pertama, saya bekerja tanpa libur, sebelum akhirnya mengistirhatkan diri dengan libur total selama 3 hari dan diikuti dengan beberapa hari jam kerja minimal.

    Saya memang memilih gak berlibur di hari sabtu atau minggu, saya lebih memilih berlibur di hari lain, alasannya karena ya kalau sabtu atau minggu, kebanyakan orang juga pada libur dan mau kemana-mana bakal penuh, di sisi lain ketika hari kerja, kemana-mana pada longgar, gak perlu ngantri 🙂

    Saya masih belum sempet ngerjain personal projek.

    58 jam dihabiskan untuk mengerjakan projek freelance untuk orang lain, saya masih tetap “freelancer” biasa, padahal salah satu alasan kenapa membatasi jam kerja adalah supaya bisa punya waktu mengerjakan projek pribadi, but turn out it’s not that simple.

    Jam kerja sudah minimal, tapi rasanya masih sibuk.

    Ini yang jadi misteri, saya merasa saya masih seperti biasa, masih merasa sibuk dan dikejar-kejar tugas, bahkan saya merasa quality time bareng keluarga juga gak bertambah, ya biasa aja.

    Jadi ya seperti itu, secara goal sudah tercapai, tapi dari sisi manfaat belum kerasa, saya merasa ada banyak jam yang terbuang bukan untuk pekerjaan, bukan untuk personal thing, bahkan juga bukan buat keluarga, it’s mean ada banyak jam yang hilang secara misterius dengan sia-sia. Masalahnya adalah, umumnya kita gak pernah sadar ketika membuang jam secara sia-sia, semuanya terasa baik-baik saja, sampai “lupa waktu”.

    Untuk mencari lebih jauh tentang jam-jam yang hilang misterius ini, saya menginstall Rescue Time, sebuah aplikasi auto time tracking yang bisa di install di laptop dan smartphone. Tidak seperti toggl yang hanya melakukan tracking ketika kita memang ingin di tracking, Rescue Time melakukan tracking secara otomatis, semua kegiatan akan di record. Sebenarnya saya tidak terlalu suka dengan sistem tracking otomatis, apalagi oleh pihak ke 3 seperti ini, but saya pikir ini worth buat dicoba.

    Sudah pernah coba nge-track jam kerja mu? cobain deh.

  • Halo, 2018

    Ah, minggu pertama di tahun 2018. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya telah membuat resolusi atau lebih tepatnya goal yang ingin saya capai di tahun ini. Membuat resolusi itu gampang men, masalahnya adalah pada kebanyakan kasus, resolusi hanya berakhir sebagai catatan awal tahun, setelah itu gak kedengaran gemanya hehe.

    selanjutnya

    Ah, minggu pertama di tahun 2018. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya telah membuat resolusi atau lebih tepatnya goal yang ingin saya capai di tahun ini. Membuat resolusi itu gampang men, masalahnya adalah pada kebanyakan kasus, resolusi hanya berakhir sebagai catatan awal tahun, setelah itu gak kedengaran gemanya hehe.

    (lebih…)

  • Mengevaluasi jam kerja menggunakan time tracking apps

    Kalau kamu adalah seorang freelancer, terutama hourly based freelancer, pasti sudah familiar dengan time tracking apps. Intinya time tracking apps adalah aplikasi yang digunakan untuk mencatat dan mengukur berapa banyak waktu yang kamu habiskan untuk melakukan suatu kegiatan. Nah, biasanya hourly based freelancer akan menggunakan time tracking apps untuk mencatat berapa banyak hours yang mereka…

    selanjutnya

    Kalau kamu adalah seorang freelancer, terutama hourly based freelancer, pasti sudah familiar dengan time tracking apps. Intinya time tracking apps adalah aplikasi yang digunakan untuk mencatat dan mengukur berapa banyak waktu yang kamu habiskan untuk melakukan suatu kegiatan. Nah, biasanya hourly based freelancer akan menggunakan time tracking apps untuk mencatat berapa banyak hours yang mereka habiskan lalu mengkonversi nya menjadi invoice untuk dikirim ke klien mereka. Walaupun akrab dengan hourly based freelancer, sebenarnya time tracker bisa digunakan untuk keperluan lebih luas oleh semua orang.

    Saya pernah merasakan bekerja menggunakan time tracking apps, baik ketika masih jadi karyawan, ketika itu si kantor mengharuskan karyawannya untuk menginstal software yang berupa time tracking apps + screen recording, tujuannya jelas untuk mengukur performa karyawan (walaupun lebih terkesan seperti memata-matai karyawan, sigh), pernah juga ketika sudah fulltime freelancer karena saya sempat pikir hourly based project adalah sistem kerja yang paling fair untuk bekerja. Dari 2 pengalaman tersebut, saya merasakan bahwa sebenarnya time tracking apps bisa dipakai untuk keperluan lain, mengungkap seberapa efisien kita bekerja, dan menjadi benchmark bagaimana kita bekerja bahkan sampai mengurangi kemungkinan burn out.

    (lebih…)
  • Benefit dari kerja remote

    Tulisan ini berdasarkan pada salah satu pertanyaan di grup Facebook Kami Kerja Remote. Sebagai catatan, konteks dari pertanyaan dan jawaban dibawah adalah dari sisi karyawan / pekerja. Saya belum membahas dari sisi perusahaan. Btw, untuk yang belum familiar dengan kerja remote, bisa baca artikel sebelumnya disini. Sebelumnya, saya memulai kerja remote pada salah satu tempat…

    selanjutnya

    Tulisan ini berdasarkan pada salah satu pertanyaan di grup Facebook Kami Kerja Remote. Sebagai catatan, konteks dari pertanyaan dan jawaban dibawah adalah dari sisi karyawan / pekerja. Saya belum membahas dari sisi perusahaan.

    Btw, untuk yang belum familiar dengan kerja remote, bisa baca artikel sebelumnya disini.

    Sebelumnya, saya memulai kerja remote pada salah satu tempat kerja saya di Bandung, sebuah software house yang tadinya sih saya kerja secara onsite bahkan nginep di kantor. 1 tahun kemudian saya menikah dan meminta opsi kerja remote yang sebenarnya sudah di di sounding sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Beberapa tahun kemudian saya resign dan bekerja untuk perusahaan lain, di Jakarta, Sydney, dan New York dan tentu saja semua dilakukan secara remote dari rumah saya di Samarinda.

    Setelah semua itu, apa sih Benefit dari kerja remote?

    Saya gak kuatir kehilangan waktu bersama anak dan istri.

    Jadi karena kerja tanpa harus pergi kekantor, maka saya bisa bekerja dari rumah, entah rumah saya apa rumah ortu atau mertua, dimana saya bisa lompat dikit untuk nemuin anak istri saya, main-main bentar sambil nyari ide kreatif, lalu balik lagi kekamar tak berpintu untuk melanjutkan pekerjaan.

    Kalau ada apa-apa dengan anak saya maka saya tinggal celinguk dikit.

    Tentunya ini lebih baik lagi jika dikombinasikan dengan flexible working hours

    Menghindari kebosanan kerja

    Seberapa baik pun ruangan kerja di kantor mu, kalau setiap hari Senin-Jumat (atau weekend juga? :p) berbulan-bulan atau bertahun-tahun pastilah bosen juga.

    Oleh karena itu, dengan kerja remote tanpa harus pergi kekantor, saya bisa bekerja dari mana saja, misal ajak anak istri nge-mall, biarin mereka main dan saya balik kerja di salah satu pojok kafe. Atau malah ngikutin lifestyle digital nomad, dimana kamu kerja tapi sambil traveling. Paling minim, kalau bosen saya bisa setup kamar kerja saya sendiri sesuai keinginan.

    Mencari pekerjaan yang sesuai

    Ditempat saya tinggal, mencari pekerjaan / project yang sesuai dengan skill saya agak susah, kalaupun ada maka penghargaan yang diberikan agak kurang sesuai. Nah kerja remote membantu saya menemukan dan melakukan pekerjaan yang sesuai (dari minat, bakat dan juga bayaran tentunya) dari kota mana saja bahkan negara mana saja, tanpa harus re-lokasi atau pindah tempat tinggal.

    Salah satu joke antar pekerja remote adalah “tinggal di desa penghasilan metropolitan” sangat menggambarkan benefit dari kerja remote.

    Tentu saja selalu ada positif dan negatif dari sistem kerja remote. Diatas tadi adalah beberapa benefit yang saya rasakan, untuk negatif nya akan saya bahas di artikel lain deh.

    Ah iya, pastikan kamu tidak mensalah-artikan kerja remote dan freelancer 🙂

  • Berlari tanpa garis akhir

    Salah satu isu yang sering dihadapi programmer terutama yang bekerja secara project by project adalah update, penyesuaian atau revisi pekerjaan yang berlalu begitu lama yang bisa sampai berbulan-bulan atau bahkan lebih. Dulu waktu saya masih bekerja pada salah satu software house ada istilah “never ending story” atau ya ibarat lari, lari tanpa garis akhir. Ada…

    selanjutnya

    Salah satu isu yang sering dihadapi programmer terutama yang bekerja secara project by project adalah update, penyesuaian atau revisi pekerjaan yang berlalu begitu lama yang bisa sampai berbulan-bulan atau bahkan lebih. Dulu waktu saya masih bekerja pada salah satu software house ada istilah “never ending story” atau ya ibarat lari, lari tanpa garis akhir.

    Ada beberapa hal yang menjadi penyebab dari isu ini.

    Briefing tidak detail

    Entah dari sisi klien yang kurang detail menjelaskan kebutuhan dan harapan dari projek yang akan dikerjakan ini atau dari sisi programmer nya yang kurang nangkep curahan hati si klien, pada kebanyakan kasus menyebabkan projek gak pernah kelar karena gak sesuai dengan kebutuhan, ya karena memang dari awal tidak terindeks masalah apa yang ingin di selesaikan, lalu solusi atau bantuan seperti apa yang diharapkan dan didapat dari projek tersebut.

    Hal ini menyebabkan si klien akan terus mengubah dan menambahkan fitur kedalam projek walaupun sebenarnya sudah melewati dari scope pekerjaan, timeline dan budget.

    Oleh karena itu penting untuk merumuskan sejak awal pengerjaan projek untuk mengetahui apa sih sebenarnya yang di harapkan dari projek tersebut? Biarkan si klien curhat, pastiin si klien mengeluarkan semua ekspektasi dari projek ini, lalu rekap semua nya dalam bentuk kontrak untuk menjaga scope pekerjaan.

    Menganggap remeh spesifikasi projek

    Tentu saja mudah mengatakan untuk membuat kontrak lalu komit dengan kontrak tersebut, tapi pada kebanyakan kasus selama masa pengerjaan projek akan banyak hal yang muncul di luar kesepakatan.

    Biasa terjadi karena baik klien maupun programmer sama-sama menganggap remeh projek dan berpikir “ntar gampang-lah diubah, tinggal tambah sedikit”.

    Sebagai freelancer, saya juga sering menganggap remeh urusan spesifikasi pekerjaan ini, yang penting deal dulu. Ternyata belakangan sering menyebabkan konflik karena spesifikasi projek yang selalu berkembang karena tidak di define secara baik dari awal.

    Kadang klien juga karena merasa sebagai pembayar, maka yaudah lepas tangan gak mau ikut repot dalam perencanaan, bahkan sering tidak memperhatikan spesifikasi projek, sehingga kemungkinan untuk salah paham dalam mendefinisikan kebutuhan sangat besar.

    Perbedaan persepsi klien dan programmer

    Yang paling sering adalah perbedaan definisi tentang maintenance bug/error dari projek dan pengembangan fitur baru. Beberapa klien menanggap masa testing atau juga masa support adalah masa dimana si klien boleh menambah atau request fitur baru, sehingga ya gak kelar-kelar karena scope pekerjaan berkembang.

    Padahal harusnya masa tersebut lebih fokus pada perbaikan error/bug yang ditemukan.


    Tips and Trick

    Tentu saja ada beragam alasan kenapa sebuah projek bahkan tidak mendekati garis finish, pertanyaan berikutnya, bagaimana menghadapi kasus seperti ini?

    Ada beberapa trik dan cara mengatasi masalah seperti ini, beberapa yang biasa saya lakukan adalah sebagai berikut:

    Mengingatkan spesifikasi ke klien

    Karena ya itu tadi, kadang spesifikasi hanya dianggap sebagai formalitas padahal spesifikasi pekerjaan menunjukkan apa yang akan dikerjakan, apabila ada yang tidak sesuai bisa di cegah dari awal.

    Memberikan laporan berkala

    Supaya selalu on the track. Kalau perlukan di lakukan demo atau pertunjukan langsung apa yang sudah dikerjakan secara berkala.

    Jelaskan perbedaan revisi dan new request

    Termasuk konsekuensinya, seperti misal penambahan atau perubahan suatu modul pekerjaan, maka perlu diingatkan bahwa hal tersebut menyebabkan projek keluar dari timeline, sehingga kemungkinan bakal telat dari jadwal, sampai kemungkinan penambahan biaya karena ya tambahan masa kerja.

    Kontrak awal itu penting

    Ini bukan sekedar potensi tambahan penghasilan, tapi lebih ke peringatan kepada klien untuk lebih memperhatikan projek.

    Untuk beberapa kasus ini berhasil membuat klien lebih memperhatikan setiap request yang di berikan, karena ya bisa menjadi extra cost di sisi mereka.

    Setelah semua alasan dan cara menghindari projek “never ending story” ini, poin penting nya sebenarnya terletak pada perencanaan projek dan kemampuan menjaga kontrak yang disepakati, walaupun setelah itu tentunya kembali ke pihak-pihak yang terkait dengan projek tersebut.

  • Flexible Working Hours

    Kalau ditanya, apa yang paling menarik dari bekerja as freelancer (dalam hal ini programmer freelance), maka saya akan menjawab kebebasan memilih jam kerja AKA Flexible Working Hours. Beberapa orang mungkin bakal menjawab kebebasan untuk bekerja secara remote, dimana bisa bekerja secara bebas dimana saja. Tapi saya beruntung karena sempat merasakan bekerja pada digital agensi dan…

    selanjutnya

    Kalau ditanya, apa yang paling menarik dari bekerja as freelancer (dalam hal ini programmer freelance), maka saya akan menjawab kebebasan memilih jam kerja AKA Flexible Working Hours. Beberapa orang mungkin bakal menjawab kebebasan untuk bekerja secara remote, dimana bisa bekerja secara bebas dimana saja. Tapi saya beruntung karena sempat merasakan bekerja pada digital agensi dan webshop dari bandung, jakarta, sydney, bahkan florida dimana semuanya mengijinkan saya untuk bekerja secara remote walaupun sebagai karyawan, sehingga kerja remote bukanlah hal baru lagi bagi saya. Flexible Working Hours adalah hal yang benar-benar baru dan menyenangkan yang saya rasakan ketika memulai fulltime freelancer.

    Privilege

    Seperti ditulis diatas, Flexible Working Hours adalah kebebasan untuk memilih jam kerja. Sebagai freelancer, saya bisa memilih kapan saya harus bekerja, bisa di pagi hari, siang hari, malam, apapun tanpa ikatan dan keharusan untuk standby 9 to 5, atau 8 jam straight. Tentu Saja ini gak bisa diberlakukan untuk semua jenis profesi, tapi sangat memungkinkan untuk pekerjaan yang sifatnya kreatif (pekerja kreatif) yang tidak langsung berhubungan dengan user/klien/masyarakat.

    Kenapa ini sangat spesial? karena apabila kamu adalah pekerja kreatif, bisa jadi programmer, designer, penulis, ataupun profesi lainnya yang menggunakan kreatifitas, maka kamu pasti pernah merasakan ada jam-jam atau bahkan hari-hari tertentu dimana kamu bener-bener gak mood, gak dapat ide, gak masuk zona produktif, atau simply, kamu gak bisa melakukan apapun, atau sebaliknya, ada masa-masa tertentu dimana kamu bener-bener semangat, on fire, produktif sekali, bekerja lebih cepat dan efisien, baik secara kualitas ataupun kuantiti. Disinilah kebebasan memilih jam kerja sangat berperan dalam membantu menghasilkan produk kerja yang optimal.

    Katakanlah kamu bekerja “9-5” setiap harinya, tapi ternyata ada masa dimana suatu pagi kamu beneran gak in ke kerjaanmu, lagi gak semangat, lagi stuck, atau kejadian lain yang tidak terkendali (listrik mati, internet mati, laptop rusak). Baru setelah istirahat makan siang kamu mulai dapet semangat dan ide baru, tapi jam kerja sudah akan berakhir, dan jadilah kamu mengakhiri hari kerja mu dengan pekerjaan yang gak beres. Beberapa orang terbiasa dengan lembur atau menambah jam kerja untuk mengejar ketertinggalan, yang akhirnya malah jadi bumerang, kelelahan karena pulang larut, stress karena gak sempat melakukan hal lain, si bos jadi bingung karena kerjaannya molor, melebihi jam pulang kerja, dan lagi mesti bayar biaya ekstra untuk bayar jam lembur karena kerjaan yang dilakukan “diluar jam kerja”.

    Dengan Flexible Working Hours, saya bisa mengatur jam kerja saya sendiri. Kalau lagi pas gak dapet ide, stuck, dan gak in touch ama yang dikerjain, ya sudah, saya memilih untuk rehat, bermain atau jalan-jalan bersama anak dan istri, having fun, dan begitu balik, sudah seger, baru mulai melanjutkan pekerjaan yang tertunda dengan semangat baru dan ya terasa, semuanya menjadi lebih mudah. No extra hours, karena pada dasarnya saya bekerja tidak lebih banyak dari jumlah jam kerja, bahkan untuk beberapa kasus saya melakukan pekerjaan lebih banyak dengan jumlah jam kerja yang lebih sedikit.

    Efisien

    Selain kebebasan mengatur jam kerja, salah satu potensi lain dari flexible working hours adalah kebebasan mengatur jumlah jam kerja. Sama seperti contoh diatas, kalau kamu bisa menyelesaikan pekerjaan dengan waktu 4-5 jam, kenapa harus standby di meja kerja selama 8 jam? ya tentu saja jawabannya adalah “karena peraturannya memang sudah begitu”. duh.

    Saya pernah merasakan ketika masih bekerja pada salah satu web shop, dimana saya ditegur karena jam kerja mingguan saya hanya sekitar 26 jam (saya lupa tepatnya) yang mana hanya sekitar setengah dari yang normalnya dan harusnya dilakukan, yaitu 40 jam. Saat itu saya mengajukan keberatan karena pada dasarnya, walaupun dengan jam kerja hanya setengah dari yang ditetapkan, saya menghasilkan produk kerja 5 kali lebih banyak dari rekan-rekan programmer lain, yang mana menjadikan tugas saya kosong, dan gak ada yang mesti dikerjain, that’s why jam kerja saya gak sampai 40 jam. Tapi ya tetep, saya yang kalah dan ya emang salah, karena “kebijakan perusahaan”. Menurut saya, ini gak manusiawi, dan ini juga menjadi salah satu alasan kenapa saya memilih jalur freelance ini.

    Saya sendiri, biasanya bekerja 6 jam * 5 hari, dengan komposisi 4 jam di pagi hari, 2 jam di sore hari setelah tidur siang, kadang sebaliknya, atau kadang 2 jam pagi hari, 2 jam sore hari, dan 2 jam malam hari. Pemisahan jam kerja ini tentu saja berdasarkan beragam variabel keadaan. Sejauh ini komposisi ini aman-aman saja, ya gak bisa di pungkiri, beberapa kasus harus memaksa keluar dari komposisi ini, misal salah satu kerjaan saya yang harus stick dengan jam kerja mereka (pake timezone US pula), atau tugas-tugas yang sifatnya kritikal dan urgent banget, tapi overall ini ok saja, saya bisa bekerja lebih rileks, lebih bisa menikmati waktu, bukannya dikejar-kejar waktu, dan pada beberapa kasus si klien jadi lebih hemat, karena jam kerja lebih sedikit namun kerjaan tetap terjaga.

    Belakangan ini saya lagi dalam proses eksperimen untuk memotong lebih jauh, menjadi 4 jam * 6 hari. Harapannya bisa punya lebih banyak waktu untuk belajar, quality time ama anak istri, mengerjakan sideproject, ataupun hal lainnya namun tetap menghasilkan pekerjaan yang sama baiknya atau bahkan lebih baik dibanding dengan programmer kantoran yang bekerja 8 jam sehari straight.

    Ah itu mah kamu nya aja yang males, gak disiplin.

    yep, ini gak sepenuhnya salah. Setiap orang pasti ada masanya untuk merasa males, that’s ok, menurut saya, itu manusiawi. Ketika lagi masa males itu, saya gak bakal efektif kalau tetep disuruh melakukan hal yang males-in tersebut. Jadi daripada kerja dengan males-malesan, mending diputar, diganti waktunya, sehingga akhirnya bisa bekerja dengan semangat, dan menghasilkan kerja lebih baik dan menurut saya itu masuk kategori disiplin karena sesuai target yang ditetapkan.

    Dih, namanya juga kerja, mau males, gak mood, stuck, ya mesti kerja sesuai aturan

    Salah satu dosen saya pernah nyeletuk ketika lagi ngobrol-ngobrol di luar kelas, “kita, manusia harus mengontrol pekerjaan, bukan sebaliknya”. Ya saya sadar bahwa gak semua orang punya opsi untuk memilih pekerjaan ataupun aturan yang dijalani, jadi ya gak bisa protes. Nah kebetulan saya punya kesempatan untuk memilih apa yang akan saya kerjakan jadi saya gak harus mengikuti aturan yang ada, saya memilih membuat aturan main sendiri untuk mengontrol pekerjaan saya.

    Mana ada perusahaan yang mau hire programmer yang kerja semaunya gitu

    Sebenarnya ada banyak perusahaan yang menerapkan ini, terutama perusahaan yang berada dalam skala global, timnya terdisitribusi diberbagai negara, seperti Toptal, 37Signals, Buffer, atau yang famous si Automattic dan lainnya. Kalau di Indonesia sendiri, saya kurang survey, tapi sempet liat salah satu postingan di group facebook, dimana ada startup yang menawarkan job offer dengan sistem kerja remote dan flexible working hours ini. Tapi ya emang langka banget, that’s why saya masih memilih jadi freelancer saja :).

    Terus gimana cara komunikasi, diskusi ama rekan lain kalau jamnya pada fleksibel?

    Nah, ini agak tricky. Bakal berbeda-beda untuk berbagai case. Biasanya saya bakal menggunakan waktu di pagi hari untuk menyapa rekan kerja / klien, report tugas hari sebelumnya kalau ada yang belum di report, konfirmasi tugas yang mau dikerjain hari ini, lalu yaudah, skype di smartphone saya selalu standby. Yang perlu diperhatikan adalah, gak semua pesan perlu langsung dikerjakan saat itu juga, kebanyakan pesan yang masuk hanya berisi konfirmasi, kalaupun ada tugas yang datang kadang hanya perlu quick response seperti “Ok, ntar ya”.

    Bukan berarti gak responsif, tapi pada kebanyakan projek, semua tugas sudah di defined dan di scheduled sejak awal, jadi kalau ada tugas baru datang di luar roadmap, kemungkinan tugas tersebut berupa “keinginan sesaat” atau tugas yang begitu besar, yang berarti mesti di pelajari lebih jauh, mengecek korelasi prioritas dengan tugas lainnya, jadi ya “ntar ya”. Kalau di 37 Signals, terkenal dengan istilah Work can wait.

    Flexible working hours menurut saya adalah salah satu sistem yang sangat manusiawi, yang memperhatikan aspek perasaan, keadaan, kebutuhan dan situasi kerja para pekerjanya, yang menyadari bahwa ya as human, ada masa suntuk, bosen, gak mood, sedih, atau juga perasaan bahagia, penuh semangat, bukannya dipukul sama rata dan mesti standby pada jam yang over-general. Yah tentu saja, seperti disebutkan diatas, hal ini gak bisa diperlakukan untuk semua orang dan semua jenis pekerjaan.

    Referensi bacaan terkait flexible working hours

  • Samarinda Food Delivery Services

    Pada waktu acara Telkomsel nextdev kemarin, temen saya sempat bertanya, “nyari dimana nih makanan yang asik disini dan tetep cocok ama lidah orang jakarta?” saya lupa promosiin beberapa delivery services yang ada di samarinda, seandainya beliau tahu, ada banyak layanan antar makanan di Samarinda ini. Efek gojek di Jakarta sana akhirnya sampai juga di ibukota Kalimantan Timur ini, sama seperti di ibukota…

    selanjutnya

    Pada waktu acara Telkomsel nextdev kemarin, temen saya sempat bertanya, “nyari dimana nih makanan yang asik disini dan tetep cocok ama lidah orang jakarta?” saya lupa promosiin beberapa delivery services yang ada di samarinda, seandainya beliau tahu, ada banyak layanan antar makanan di Samarinda ini.

    Efek gojek di Jakarta sana akhirnya sampai juga di ibukota Kalimantan Timur ini, sama seperti di ibukota sana yang bermunculan xxx-jek lain setelah kehadiran gojek, disini pun kurang lebih sama. Beberapa menawarkan layanan yang sama seperti gojek, mengantar segala macam tumpangan, tapi ada juga yang memilih fokus pada layanan tertentu seperti mengantar makanan saja.

    Samarinda punya beberapa layanan food delivery services yang bisa bikin kamu gak perlu bingung cari makan, berikut ini adalah beberapa layanan antar makanan yang saya tahu, kalaupun ada lagi di luar list ini, mungkin karena saya gak gaul atau memang layanan tersebut belum beken.

    Gofood

    Tentu saja, yang pertama gofood, si unicorn ini akhirnya sampai juga di Samarinda, kurang tahu tepatnya tapi rasanya baru di 2016 ini gojek dkk hadir disini. Awalnya tentu saja masih jarang, tapi sekarang sudah banyak dan rasanya setiap saya makan di luar, selalu ada kurir gojek yang lagi antri juga membeli makanan untuk layanan gofood mereka.

    Tentu saja, sebagai unicorn, deretan layanan dan aplikasinya sudah lengkap dan mengakomodasi kebutuhan driver dan konsumen. (nb: saya sh gak pernah nyobain aplikasi gojek, gofood, ataupun semua aplikasi lain di list ini)

    Speku

    liputan media

    Pertama saya liat speku ini di cover banner salah satu grup Facebook, saya lupa grup mana, lalu kemudian mulai banyak juga berseliweran driver speku di jalan-jalan dan di tempat makan. Kalau liat dari berita di link tadi sih, katanya uda mulai sejak 3 tahun lalu, berarti sebelum gojek. Saya kurang tau gimana sistem kerja atau cara order mereka, karena di website resmi mereka juga gak ada keterangan tentang cara ordernya. Kalau yang saya tangkap sih, sepertinya kalau mau order kamu mesti telpon/line/bbm customer service mereka, ntar mereka bakal mengutus driver untuk mengantarkan pesanan anda.

    PesanBungkus

    liputan media

    PesanBungkus saat ini setahu saya masih tahap beta dan lagi pengujian disana sini, Saya sudah melihat tim dan orang-orang dibalik PesanBungkus, dan mereka terlihat sangat siap dan bersemangat untuk menjalankan layanan ini. Tapi karena masih beta, saya gak banyak lihat driver nya di jalanan atau di tempat makan.

    PesanBungkus juga punya website dan android apps yang bisa membantu masyarakat untuk melakukan pemesanan makanan / order.

    KirimKanai

    liputan media

    Yang ini saya kenal dengan foundernya karena dulu pernah kerja sama beliau ketika membangun undas.co, beberapa bulan lalu sempet liat di share timeline facebook bahwa ini adalah project baru beliau, layanan kirim dan kurir untuk kota Samarinda.

    Untuk pemesanan mesti chat ke akun line mereka, ntar ada admin yang ready untuk menjawab dan menugaskan kurir untuk mengantar pesananmu. Saya sih belum pernah ketemu di jalan dengan kurir mereka, tapi kalau dilihat dari foto nya, sepertinya memang mereka gak pake seragam official seperti layanan-layanan sebelumnya diatas. Dari info di facebook KirimKanai, saat ini mereka punya 15 KurirKanai yang siap mengantar pesanan.

    Cully

    Cully ini sebenarnya terhitung baru di telinga saya, setelah dimention beberapa kali di grup Startup Samarinda. Gak ketemu juga sih info tentang website atau facebook pages mereka. Tapi dari android apps mereka kelihatanya sih sudah oke dan siap jalan.

    NyamanBanar

    Kalau NyamanBanar ini sebenarnya adalah salah satu side-project dari teman dan rekan kerja saya, beliau sudah cerita ini sejak lama (sebelum gojek-hype), tapi sepertinya moment nya gak pas karena masih belum beken yang beginian, selain itu, pada waktu itu si founder masih sekantor sama saya di kantor saya sebelumnya, jadi masih belum fokus, tapi setelah beberapa waktu lalu resign, semoga yang tadinya side-project jadi dapet perhatian lebih 🙂

    Tentu saja, kalau urusan antar makanan, selain 6 penyedia layanan tersebut, masih ada yang lain, yang paling nampak adalah KFC dan PizzaHut, termasuk juga beberapa tempat makan, restoran lain, sebenarnya dari dulu sudah punya layanan antar makanan dengan sistem kamu telpon, pesan dan mereka antar, done.

    Jadi inget, beberapa tahun lalu ketika masih kuliah, yang nge-hype adalah social media, semua pada bikin social media sendiri, sampai ada socmed khusus petani dan peserta gym segala. Lalu trend berganti dengan hype marketplace dan toko online. Lalu sekarang trend nya adalah xxx-jek, semua serba diantar, kurir, delivery dll.

    Ya semoga layanan-layanan ini bertahan lama, bisa terus berkembang, yang masih beta, yang masih development semoga bisa cepet kelar dan ikut nge-rame-in persaingan lokal atau bahkan nasional.

    Yang baru mau bikin, saran saya mah, uda, gak usah bikin, itu kontak aja masing-masing layanan yang sudah ada, merging aja 🙂

  • Tips untuk freelancers

    Seperti yang sudah diketahui, saya bekerja secara freelance dengan berbagai macam clients, baik secara individu, agensi, ataupun institusi secara serius sejak maret 2016 lalu. Sebenarnya jauh sebelum-sebelumnya sejak awal mengenal dunia web development di tahun 2010-an saya sudah memulai freelancing, tapi hanya sekedar sambilan, mengisi waktu, side project intinya gak pernah sampai serius. Ternyata memang sangat berbeda rasanya ketika freelancing sebagai…

    selanjutnya

    Seperti yang sudah diketahui, saya bekerja secara freelance dengan berbagai macam clients, baik secara individu, agensi, ataupun institusi secara serius sejak maret 2016 lalu. Sebenarnya jauh sebelum-sebelumnya sejak awal mengenal dunia web development di tahun 2010-an saya sudah memulai freelancing, tapi hanya sekedar sambilan, mengisi waktu, side project intinya gak pernah sampai serius. Ternyata memang sangat berbeda rasanya ketika freelancing sebagai side project atau malah kerja tambahan dengan freelancing sebagai pekerjaan utama.

    Sebelumnya saya juga pernah menulis tentang pengalaman saya 6 bulan awal saya freelancing, ada banyak pelajaran yang saya dapatkan. Tapi seperti kata para freelancers yang sudah pro, 1-2 tahun di awal freelance itu memang masih masa gonjang-ganjing, semua nya masih proses sampai ntar 3 tahun, baru agak stabil. Stabil di bawah atau stabil diatas :D.

    Ngobrolin freelance, ada beberapa link bagus yang saya dapat selama beberapa waktu lalu, yang oke juga untuk kamu baca yang tertarik dengan freelancing.

    Bagaimana memulai karir sebagai freelancer? 

    Pertanyaan dari salah satu member di freelancer stack exchange, yang cukup basic untuk yang baru memulai dan mempertimbangkan untuk terjun ke dunia freelancing. Ada banyak masukan disana yang cocok untuk yang baru mau mulai atau yang baru mulai serius seperti saya.

    Bagaimana menentukan harga project?

    Masih di forum yang sama, ada pertanyaan yang juga penting banget, menentukan harga. Bahkan saya sampai sekarang kadang bingung menentukan harga, ketika dipasang terlalu tinggi, bisa-bisa klien nya gak mau, terlalu rendah, bisa-bisa jadi merasa kerja rodi walaupun sebenarnya sadar yang menawarkan harga tersebut ya kita sendiri.

    Bagaimana mengatur waktu bersama keluarga sebagai freelancer? 

    Ini pertanyaan yang cocok buat freelancer yang sudah berkeluarga seperti saya. Mau gak mau harus diakui jam kerja freelancer yang bebas kadang jadi bumerang, kadang waktu di habiskan untuk mengejar deadline yang akhirnya malah mengurangi family time. Padahal niat awal freelancer salah satunya adalah agar bisa menikmati waktu lebih banyak bersama keluarga.

    Tips untuk ‘single fighter’ 

    ada banyak freelance yang berkerja secara single fighter, semua dikerjain sendiri. Saya termasuk salah satunya. Ada banyak alasan mengapa saya selalu mengerjakan sendiri, tapi makin kesini makin kerasa bahwa ya kadang kita perlu bantuan orang lain, kita perlu partner, rekan kerja yang bakal menjadi sidekick untuk bantuin pekerjaan kita. nah pada artikel tersebut ada beberapa tips memilih rekan kerja kita.

    4 tips mencari pekerjaan remote.

    Ok ok, remote worker != freelancer, tapi tips tersebut bisa dipakai para freelancers untuk menjadi employable. Ya kali ketemu client yang bener-bener ok dan kamu beralih sementara dari freelancer menjadi fulltime crew secara remote.

    11 side project yang bisa dikerjakan untuk mendapatkan income tambahan.

    Kalau lagi agak longgar, atau beberapa freelancer pro memang menyediakan waktu mereka untuk mengerjakan side project yang mana punya banyak tujuan dan manfaat. Salah satunya sebagai sumber income tambahan, syukur-syukur bisa jadi pasif income 🙂

    Trends freelance di 2017

    yep 2 bulan lagi akan masuk ke 2017, freelancer, remote worker, dikatakan akan berkembang lebih masif lagi di tahun 2017. kalau dari saya mah, dimana era makin maju, teknologi makin canggih, ini sudah seperti ‘ya uda, wajar sih’. Harapan saya cuma semoga istilah freelance dan remote worker makin menyebar luas terutama di Indonesia, supaya orang-orang yang berada di sisi ini gak di pandang sebelah mata 😉

  • Downgrade Mac OS

    Sejak beberapa waktu lalu saya pengen banget melakukan reinstall MacBook saya, karena ya mulai terasa lambat dan mulai penuh dengan junk files. Sayangnya saya gak punya installer untuk el Capitan, versi yang lagi saya pakai, yang ada hanya installer Yosemite. Ada sih temen yang punya installer Sierra, versi terbaru tapi atas berbagai macam pertimbangan saya…

    selanjutnya

    Sejak beberapa waktu lalu saya pengen banget melakukan reinstall MacBook saya, karena ya mulai terasa lambat dan mulai penuh dengan junk files. Sayangnya saya gak punya installer untuk el Capitan, versi yang lagi saya pakai, yang ada hanya installer Yosemite. Ada sih temen yang punya installer Sierra, versi terbaru tapi atas berbagai macam pertimbangan saya putuskan untuk downgrade saja lah. Salah satu alasan utama adalah saya sadar diri aja, MacBook saya sudah tua (2011) jadi gak bakal dapat banyak fitur baru dari Sierra.

    Instalasi mah karena sudah berupa USB Installer jadi seperti installasi pada OS lainnya, tinggal next next aja.

    Setelah installasi selesai, berikutnya adalah install aplikasi yang dibutuhkan. Nah, disini saya mulai me-list apa aja sih sebenarnya yang saya butuhin, dan akhirnya berikut adalah list aplikasi yang terinstall di MacBook saya.

    (lebih…)
  • Ngulik WordPress

    Beberapa bulan terakhir saya lebih sering dapet project terkait dengan WordPress Development. Mulai dari pembuatan theme simple untuk keperluan re-design suatu instansi sampai pembuatan plugin yang cukup unik dan “menantang” dari sisi development. Saya sendiri gak asing sebenarnya dengan WordPress karena pekerjaan saya di kantor sebelumnya juga full WordPress theme developer. Walaupun ada banyaak bad-mouth tentang WordPress, tapi…

    selanjutnya

    Beberapa bulan terakhir saya lebih sering dapet project terkait dengan WordPress Development. Mulai dari pembuatan theme simple untuk keperluan re-design suatu instansi sampai pembuatan plugin yang cukup unik dan “menantang” dari sisi development. Saya sendiri gak asing sebenarnya dengan WordPress karena pekerjaan saya di kantor sebelumnya juga full WordPress theme developer. Walaupun ada banyaak bad-mouth tentang WordPress, tapi ya pasar gak bohong, 25% web di dunia pakai WordPress 😉

    Salah satu yang lagi saya kerjakan kali ini adalah project yang skala nya cukup besar, atau bisa dibilang yang terbesar yang pernah saya handle pada platform WordPress. Salah satu toko online yang menjual pakaian anak yang cukup famous dengan sales sampai 250 ribu pcs per 3 bulannya (semoga gak salah info), sedang melakukan migrasi dari sistem mereka yang lama (magento) ke WordPress (dengan woocommerce), dan saya bersyukur dapat terlibat langsung pada projek ini. Projek ini bukan sekedar bikin theme, tapi juga meliputi sistem back office, membership, stock inventory dan beberapa hal lainnya yang semuanya dilakukan diatas platform WordPress.  Kebayang bakal dapet pengalaman handling WordPress untuk very high traffic.

    (lebih…)

  • Seputar Telkomsel Nextdev

    Beberapa hari lalu telkomsel mengadakan event tahunan telkomsel next Dev, event yang termasuk keren, karena jarang banget event seperti ini ada di ibukota Kalimantan Timur ini. Kebetulan salah satu speaker adalah rekan kerja saya, dan beliau juga memutuskan untuk stay beberapa hari di sini. Jadi selama 3 hari kemarin, kita banyak ngobrol dan diskusi berbagai…

    selanjutnya

    Beberapa hari lalu telkomsel mengadakan event tahunan telkomsel next Dev, event yang termasuk keren, karena jarang banget event seperti ini ada di ibukota Kalimantan Timur ini.

    Kebetulan salah satu speaker adalah rekan kerja saya, dan beliau juga memutuskan untuk stay beberapa hari di sini. Jadi selama 3 hari kemarin, kita banyak ngobrol dan diskusi berbagai macam hal, kita jadi banyak ngobrol tentang kehidupan startup dan pekerja kreatif. Ada banyak hal yang kita bicarakan mulai dari dapur startup sampai dapur pribadi :D.

    (lebih…)

  • 6 bulan full-time freelancing, ini yang saya rasakan

    Melanjutkan post saya sebelumnya, tanggal 1 maret 2016 kemarin saya mulai full time freelancing. Sebenarnya statusnya sih masih belum full, karena masih sebagai karyawan tapi memang sudah masa-masa resign, sampai 10 hari kemudian beneran resign. Sebelum-sebelumnya saya juga sudah mulai freelancing, tapi lebih sekedar side-job, dan setelah kemarin resign, saya memutuskan gak nyari kerjaan resmi dulu,…

    selanjutnya

    Melanjutkan post saya sebelumnya, tanggal 1 maret 2016 kemarin saya mulai full time freelancing. Sebenarnya statusnya sih masih belum full, karena masih sebagai karyawan tapi memang sudah masa-masa resign, sampai 10 hari kemudian beneran resign. Sebelum-sebelumnya saya juga sudah mulai freelancing, tapi lebih sekedar side-job, dan setelah kemarin resign, saya memutuskan gak nyari kerjaan resmi dulu, mau merasakan kehidupan full-time freelancer.

    Dalam 6 bulan ini, ada banyak hal dan kejadian yang baru kerasa dan terjadi setelah merasakan langsung full-time freelancing, Beberapa menarik dan positif, namun tentunya gak semua hal bisa nyaman sesuai maunya kita.

    Baca juga:

    Mesti nyari projek sendiri

    Ini tentunya yang paling kerasa di awal, karena sesuai pengalaman saya di kantor sebelum-sebelumnya, biasanya kerjaan datang dari PM atau pak bos langsung di kantor, kali ini saya mesti nyari sendiri. Upwork masih jadi jalan terakhir buat nyari projek, saya bersyukur gak pernah sampai kehabisan atau sampai menggunakan 50% quota jatah bid kerjaan untuk dapet projek. Sisi gak enaknya, beberapa waktu lalu upwork merubah sistem fee nya, yang kerasa banget efeknya buat freelancer yang baru mulai di upwork. Untungnya sebagian besar client di upwork biasanya setelah selesai projek atau bahkan berbulan-bulan setelah projek, bakal menawarkan untuk lanjut ke projek lain, yang kadang terjadi di luar upwork.

    Selain dari upwork, saya bersyukur masih ada beberapa temen yang me-referensi kan saya untuk mengambil beberapa projek untuk dikerjakan. Saya juga sempet tergabung dalam beberapa startup, yang dari sisi ekonomis nya, saya bisa dapet stabil income.

    Lebih fleksibel mengatur waktu

    Fleksibel ini bagai 2 sisi pedang, bisa jadi untung, bisa jadi buntung 😀

    Pertama, yang positif nya dulu, Saya lebih enak mengatur waktu misal ada keperluan lain di luar, atau memang lagi pengen jalan-jalan ama istri dan anak, saya gak perlu ijin atau malah kabur tanpa ijin dengan perasaan berdosa karena korupsi waktu. Saya hanya perlu memindah dan membagi waktu yang harusnya kerja ke waktu yang lain. Dan jalan-jalan di weekday itu menyenangkan loh!

    Lalu, yang “gak enaknya”, kemungkinan untuk overtime itu besar banget, karena ya gak ada jam pulang kerja. Apalagi kalau lagi multi-deadline, deadline dari beberapa kerjaan barengan, beuh. tanya istri saya deh 😀

    Namun, overtime ini biasanya saya manfaatin untuk ngejar target supaya esok harinya saya bisa istirahat full seharian, atau ya jalan-jalan tadi. kecuali beneran hectic banget. 🙂

    ‘Dapet’ sesuai apa yang dikerjain

    Ini salah satu yang paling kerasa dan pertimbangan lebih untuk tetep full-time freelancer. Kalau bahasa freelance yang sudah pro, ini disebut kemerdekaan mengatur penghasilan, misal lagi ada kebutuhan lebih, berarti mesti buka dan nerima kerjaan lebih banyak dan selesein lebih cepet, supaya cepet closing projek. Atau kalau lagi ‘sejahtera’ bisa lebih longgar nerima kerjaan, gak perlu merasa makan gaji buta, dan dapet banyak waktu senggang supaya bisa di alokasikan ke kegiatan lain.

    Beberapa catatan

    Ada beberapa hal lain yang jadi catatan saya, dan mungkin jadi pelajaran untuk yang akan terjun full-time freelancer, antara lain

    Freelancer perlu modal

    Seperti di post saya sebelumnya, saya sudah menyiapkan segala hal untuk full-time freelancer. modal disini yang paling nyata adaah modal dari finansial karena gak ada jaminan bakal langsung dapet kerjaan dan pembayaran di bulan-bulan awal.

    Lalu modal skill, karena untuk start freelancing, bakal banyak ketemu saingan freelancer lainnya bahkan jika menggunakan channel seperti upwork maka saingannya bertambah dari penjuru dunia. Pada kondisi seperti ini cuma ada 2 cara untuk bertahan, turunin harga (yang berarti kamu perlu ekstra sabar, dan modal finansial yang kuat buat nutupin kebutuhan sehari-hari mu) atau naikin skill dan kualitas supaya menonjol dari yang lain.

    Gak selalu enak

    Kerasa banget dalam 6 bulan ini, gak selalu enak, bisa di bilang saya hanya menikmati di bulan pertama dan kemduian 2 bulan belakangan ini, ditengah-tengah, kerasa banget kerja kerasnya, berat dan ribet. Masalah-masalah seperti kerjaan yang molor dan jadi menumpuk berujung ke pembayaran yang di pending dan seterusnya. fuh.

    Dan yang paling gak enak adalah ketika ditanya ‘kerja dimana?’ mending kalau yang nanya dari kalangan millennials, kalau yang nanya lebih berumur biasanya bakal susah memberikan penjelasan yang bisa diterima.

    Treat like business

    Ini baru saya sadari sejak bulan terakhir ini, sebelumnya as freelancer, saya mah taunya cuma cari projek, kerjakan, dan dapet bayaran, sudah. Akhir-akhir ini saya mulai tersadar setelah nimbrung-nimbrung di berbagai grup freelancer online (beberapa yg oke : /r/freelance, dan freelance stack exchange), saya mulai fokus pada bagaimana caranya supaya saya sebagai frelancer, bisa scaling and growing up.

    Salah satu langkah awal adalah membuat report berkala supaya bisa terlihat perkembangannya, yang paling mudah dan nyata adalah melakukan report detail cash flow, nah sayangnya saya kepedean, saya pikir bank (dalam hal ini saya menggunakan BCA) sebagai money gateway saya, bakal menyimpan semua log history, tapi ternyata gak, kita hanya bisa melihat transaksi hingga 30 hari terakhir, sehingga saya gak bisa menghitung dan melihat perkembangan selama 6 bulan ini dengan data yang real.

    Kesimpulan,

    Selama 6 bulan ini, bisa dibilang saya belum mencapai level nyaman dan sukses dari sisi finansial, it’s so so lah dibanding kerjaan dikantor sebelumnya. Sedangkan dari sisi happiness saya merasa lebih bahagia, saya bisa mengatur waktu lebih bebas sehingga bisa mengobati atau menghindari kejenuhan kerja di saat yang dibutuhkan. Saya mau bilang kebahagian bisa bebas memilih tempat kerja, sehingga saya bisa berkerja di rumah sambil bermain dengan anak atau kegiatan rumahan lainnya, tapi memang sebelum-sebelumnya saya kerja remote, jadi ya sama aja.

    Di sisi lain, sisi karir, saya merasa jauh lebih produktif dan lebih berkembang karena lebih banyak kasus nyata yang ada di lapangan, saya mulai fokus dengan produktifitas kerja, karena ya kalau kerja nya tertunda-tunda atau gak beres-beres ujungnya pembayaran di delay atau bahkan di suspend, duh.

    Kalau ditanya apakah terpikir untuk balik kerja secara ‘official’ ? saat ini belum, saya terlanjur keenakan menikmati freedom dari freelancing, bukan berarti saya gak mau kerja dengan peraturan, beberapa projek yang saya kerjakan juga mengharuskan saya mentaati perarturan seperti jam kerja dan kehadiran, laporan kerja, dan peraturan layaknya karyawan pada umumnya, bahkan beberapa lebih ketat. Hanya saja saya masih banyak melihat tempat kerja yang konvensional yang menganggap karyawan adalah karyawan, bukan sebagai manusia yang berkembang. Sehingga saya belum tertarik untuk kerja secara ‘official’.

    Btw, Saya lebih memilih sebagai partner, so kalau kamu lagi ngerjain atau lagi ada projek web, kamu bisa konsultasi dan diskusi dengan saya lebih lanjut 😉

  • Mengirim dan Tracking email newsletter dengan laravel dan mailgun

    Salah satu project terbaru saya adalah membuat sebuah newsletter engine, yang secara garis besar tujuannya adalah memberikan kemudahan untuk para sales / internet marketing untuk mengirim email newsletter kepada para konsumen (ataupun target konsumennya). Konten dari newsletter sendiri akan diambil secara otomatis dari berbagai sosial media. Salah satu fitur utamanya adalah tentu saja, mengirim email…

    selanjutnya

    Salah satu project terbaru saya adalah membuat sebuah newsletter engine, yang secara garis besar tujuannya adalah memberikan kemudahan untuk para sales / internet marketing untuk mengirim email newsletter kepada para konsumen (ataupun target konsumennya). Konten dari newsletter sendiri akan diambil secara otomatis dari berbagai sosial media.

    Salah satu fitur utamanya adalah tentu saja, mengirim email newsletter, dan kemudian melakukan tracking untuk mengetahui berapa email yang terkirim, berapa email yang dibuka atau berapa email yang melakukan klik pada link yang ingin di promoin, ataupun klik link unsubscribe dan juga ‘mark as spam’. Saya menggunakan mailgun untuk email engine nya karena secara out of the box, sudah menyediakan fitur tersebut, dan juga lebih efisien di banding membangun email engine sendiri yang bakal lebih banyak makan waktu dan kemungkinan bakal di tandai sebagai spam oleh provider layanan email adalah sangat besar. Selain itu, mailgun juga sangat di support oleh laravel, PHP Framework yang saya gunakan untuk membangun projek ini. Laravel menyediakan driver untuk mailgun sehingga hanya dengan sedikit konfigurasi, mailgun akan terintegrasi dengan baik pada laravel.

    Tentang Mailgun

    Mailgun adalah penyedia layanan email as services dimana intinya sih kamu bisa mengirim email menggunakan server mereka. Dengan adanya mailgun, developer gak perlu bikin email server sendiri, atau kuatir email yang dikirim akan masuk ke spam, atau juga menjaga server agar tetap ‘sehat’ sehingga para email provider (gmail, yahoo, etc) tidak menganggap server kamu sebagai server yang mencurigakan dan memasukkan semua email dari server mu ke folder spam. Ada banyak fitur lain dari mailgun yang bisa di lihat di website mereka

    Mailgun dan Laravel

    Seperti yang sudah saya singgung diatas, laravel menyediakan driver untuk menggunakan mailgun sebagai email engine. Sebenarnya sih mailgun sendiri punya PHP SDK sendiri yang bakal bantuin kamu berinteraksi dengan API nya secara mudah, tapi kalau projek mu menggunakan laravel, maka akan lebih bijak kalau menggunakan “laravel way” nya, karena… ya emang itu kan salah satu fungsi menggunakan framework? 😃 Supaya kamu dan rekan-rekan mu sesama developer punya bahasa yang sama untuk melakukan beberapa macam kegiatan yang sudah di sediakan oleh framework.

    Untuk setting mailgun di laravel, kamu bisa di dokumentasi laravel, thanks to dotenv, karena kamu bisa setup secara mudah dengan cara edit file .env pada root folder laravel. dan masukkan parameter berikut

    MAIL_DRIVER=
    MAIL_HOST=
    MAIL_USERNAME=
    MAIL_PASSWORD=
    MAIL_DOMAIN= 
    MAIL_SECRET=

    Data untuk mengisi masing-masing parameter diatas bisa dilakukan setelah melakukan registrasi di web mailgun, kalau hanya untuk keperluan testing, kamu bisa pakai fitur free dengan batasan 10.000 email per bulan. lumayan tuh 🙂

    Setelah registrasi selesai, disana ada sandbox domain yang bisa dipakai, atau mau menggunakan custom domain sendiri juga boleh, saat ini saya masih menggunakan sandbox karena memang masih tahap development. Nah, di halaman detail domain, akan terdapat informasi untuk mengisi file .env diatas tadi.

    Mengirim Email

    Untuk mengirim email, karena menggunakan fitur built-in laravel, kamu bisa tinggal ikut dokumentasi laravel mail.

    Mail::send(
        'campaign/templates/newsletter',
        $data,
        function ( $message ) use ( $args ) {
            $message->from( "noreply@example.com" )
                    ->subject( 'Example Newsletter' )
                    ->to( $args[ 'sendto' ] );
        }
    );

    Anyway, Sampai sekarang saya masih takjub dengan betapa laravel membuat mengirim email menjadi lebih mudah dan eksplisit seperti ini (sebelumnya saya menggunakan codeigniter dan juga raw PHP, ribet dan gak elegan)

    Memberi Tagging

    Mailgun memang memberikan fitur data analitik untuk email yang terkirim, tapi data analitik ini secara global, bukan untuk masing-masing email yang terkirim. Namun mailgun menyediakan juga fitur tagging, atau bahasa gampangnya penanda email setiap melakukan pengiriman email. Sebagai contoh untuk kasus saya, sebelum mengirim email, setiap email yang akan dikirim akan disimpan di database dan memiliki field ID masing-masing. Lalu saya gunakan ID ini untuk menjadi tagging pada email yang dikirim, sehingga setiap email akan memiliki ID / Tagging yang unik.

    Sebelumnya saya sempet ribet untuk memberi tagging ini pada laravel karena fitur mail pada laravel hanya support untuk general purpose untuk beragam driver, jadi kalau mengikuti dokumentasi tagging pada mailgun dimana mailgun membutuhkan parameter “o:tag” yang tentu saja gak bisa di implementasiin di laravel.

    Setelah googling dan membaca dokumentasi swiftmailer (mail engine yang digunakan laravel) akhirnya saya berhasil menambahkan tagging pada email dengan menambahkan 2 baris kode baru pada kode pengirim email diatas tadi.

    Mail::send(
        'campaign/templates/newsletter',
        $data,
        function ( $message ) use ( $args ) {
            $message->from( "noreply@example.com" )
                    ->subject( 'newsletter' )
                    ->to( $args[ 'sendto' ] );
    
            // adding tagging to email
            $headers = $message->getHeaders();
            $headers->addTextHeader( 'X-Mailgun-Tag', 'campaign-' . $args[ 'ID' ] );
        }
    );

    berhasil! 💯

    Mendapatkan Statistik Email

    Untuk mendapatkan statistik email dari mailgun cara paling mudah adalah menggunakan PHP SDK dari mailgun sendiri.

    Lah, tadi katanya gak pake PHP SDK nya mailgun?

    Iya, untuk keperluan yang sudah disediakan oleh framework mah lebih baik menggunakan yang sudah ada, namun untuk keperluan lain yang gak disediain ya mending buat sendiri atau pake library lain yang sudah ada. Dalam hal ini mailgun cukup keren karena punya banyak SDK untuk beberapa macam bahasa pemprograman, termasuk PHP.

    Nah berikut adalah potongan kode untuk pengambilan statistik email berdasarkan tagging nya dari dokumentasi mailgun.

    $mail   = new Mailgun( env( 'MAILGUN_SECRET' ) );
    $domain = env( 'MAILGUN_DOMAIN' );
    $tags   = "campaign-17";
    $events = "opened";
    
    try {
        $data = $mail->get(
            $domain . "/tags/" . $tags . "/stats",
            array(
                'event' => $events
            )
        );
    
        return $data->http_response_body;
    } catch ( \Exception $e ) {
        return array();
    }

    Berdasarkan dokumentasi itu juga, terdapat beberapa event yang bisa di tracking.

    Dengan info selengkap ini, para user bisa mengetahui statistik dari setiap newsletter yang dikirim kepada konsumen nya yang tentunya akan berpengaruh pada strategi marketing berikutnya.

  • Full-time freelancers

    Full-time freelancers

    6 bulan lalu saya bergabung dengan sebuah perusahaan lokal dengan klien dari beberapa negara tetangga, mostly australia dan juga dari negara paman sam, ada beberapa hal yang saya suka seperti how they paid me well, and disclipined work hours. Ini penting karena kalau kamu baca pengalaman saya sebelumnya, disiplin jam kerja itu susah, apalagi untuk…

    selanjutnya

    6 bulan lalu saya bergabung dengan sebuah perusahaan lokal dengan klien dari beberapa negara tetangga, mostly australia dan juga dari negara paman sam, ada beberapa hal yang saya suka seperti how they paid me well, and disclipined work hours. Ini penting karena kalau kamu baca pengalaman saya sebelumnya, disiplin jam kerja itu susah, apalagi untuk pekerja remote yang notabene rumah sudah jadi layaknya kantor. Sering kali bisa lupa waktu “pulang”.

    Sebenarnya sejak minggu pertama kerja sudah terasa bahwa saya gak akan betah lama, karena ada banyak hal yang berbeda yang saya pikir hal yang wajar, proses move on selalu tidak mudah. Tapi makin kesini semakin banyak hal yang membuat saya merasa bahwa saya gak cocok dengan culture kantor dan ada beberapa masalah yang belakangan muncul dan menjadikan saya fix bertekad bulat untuk resign di awal bulan maret ini tadi.

    Kalau kamu sudah berkeluarga dan punya buah hati yang masih kecil, kamu pasti tahu bahwa resign dari kantor tanpa ada rencana kemana akan berlabuh berikutnya adalah sama dengan bunuh diri. Beruntung saya terbantukan dengan beberapa side project yang sedang berjalan dan beberapa ada yang sudah masa closing, sehingga cukup memberi “modal” untuk beberapa bulan kedepan. Saya juga terbantukan dengan beberapa klien dari upwork yang suka dengan hasil kerja saya dan memberikan long term contract.

    So what next?

    Untuk jangka pendek, saat ini saya memilih fokus freelancing mengerjakan beberapa project yang sudah deal, karena uda gak kepotong jam kerja saya lebih punya banyak waktu buat pengerjaan, doing it fast, deliver faster, get payment, and go for holiday as soon as posible.

    Sedangkan untuk jangka panjang, saya pikir saya akan memanfaatkan jam kerja freelancing untuk sharpen and getting new skills, harapannya sih bisa membantu step up the game, naik level ke level kerja yang lebih worth.

    Tapi dari pengalaman temen-temen ‘seprofesi’, kebanyakan programmer (yang berkembang) cuma punya 2 tujuan hidup, berakhir jadi freelancers selamanya atau jadi business owner entah di bidang lain atau paling minim bikin web shop sendiri, biasanya sih malah keduanya.

    Yang jelas dari dulu sudah memang penasaran, dan kepengen untuk full-time freelancers untuk ngejar work-life balanced. Ini bukan masalah keren-keren-an, ini masalah freedom, terutama freedom dalam masalah menentukan jam kerja, karena para pekerja kreatif pasti tau bahwa mood dan semangat untuk menghasilkan karya gak datang straight 8 jam. Terkadang ada kalanya di masa suntuk yang biar ngotot seperti apa yang dihasilkan cuma lelah tanpa hasil. Kadang kalau lagi onfire gak perlu waktu lama untuk menyelesaikan banyak masalah. Saya melihat ini bakal jadi kesempatan buat menjalani rasa penasaran saya, tinggal ntar di lihat, berapa lama bisa bertahan dengan bekerja as full-time freelancers.

    Anyway, kalau kamu butuh SDM lebih buat segala macam aplikasi berbasis web, selalu bisa kontak saya 😉

  • 1 Tahun bersama PHPStorm

    11 februari kemarin lisensi PHPStorm saya telah expired yang berarti sudah 1 tahun saya menggunakan PHPStorm untuk menemani saya bekerja. Saya masih ingat ketika itu masih menggunakan PHPStorm 8 sampai sekarang yang terbaru versi 10 dan sepertinya versi 11 akan keluar 1-2 bulan kedepan. Sebelumnya saya menggunakan sublime text dan sempet mencoba atom namun waktu…

    selanjutnya

    11 februari kemarin lisensi PHPStorm saya telah expired yang berarti sudah 1 tahun saya menggunakan PHPStorm untuk menemani saya bekerja. Saya masih ingat ketika itu masih menggunakan PHPStorm 8 sampai sekarang yang terbaru versi 10 dan sepertinya versi 11 akan keluar 1-2 bulan kedepan.

    Sebelumnya saya menggunakan sublime text dan sempet mencoba atom namun waktu itu atom masih buggy banget, saya memang agak pesimis dengan aplikasi yang berbasis HTML, CSS, dan JS lalu di package jadi aplikasi desktop. Sampai akhirnya atas pertimbangan produktifitas saya beralih ke IDE, netbeans dan aptana gak bisa dibilang baik dari sisi tampilan dan performa (agak jadi lambat, typikal aplikasi desktop berbasis java) dan pilihannya waktu itu PHPStorm. Saya putuskan mencoba trial selama 30 hari, yang kemudian tertarik untuk melanjutkan ke full version.

    (lebih…)